Yogyakarta - Tim peneliti dari Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menemukan potensi asam humat yang bernilai jual tinggi pada batu bara Indonesia.
Peneliti FT UGM Prof Ferian Anggara dalam keterangan di Yogyakarta, Kamis, menjelaskan asam humat merupakan salah satu dari tiga komponen penyusun humus, atau tanah yang memiliki tingkat kesuburan tinggi.
BACA JUGA:Macet Panjang di Simpang Rimbo Kota Jambi, Ternyata Ini Penyebabnya
"Potensi pasar asam humat diperkirakan bisa memenuhi kebutuhan 50 juta hektare lahan dan akan terus tumbuh," kata dia.
Ferian Anggara dan tim peneliti dari Fakultas Teknik UGM berhasil menyulap senyawa batu bara dari Peranap, Riau yang berkalori rendah menjadi produk asam humat.
Asam humat umumnya didapatkan hanya dari ekstraksi pelapukan bahan organik dalam humus.
Namun, penelitian itu ternyata berhasil menemukan senyawa pembentuk asam humat dari hasil pengolahan batu bara berkalori rendah yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan kesuburan tanah bagi tumbuhan.
Riset Ferian mengungkapkan ekstraksi satu ton batu bara Peranap mampu menghasilkan 50 persen asam humat atau setara dengan 500 kilogram.
Proses pengolahan batu bara dari "grinding", ekstraksi, hingga pengeringan mampu menghasilkan beberapa produk humat.
Produk pertama asam humat didapatkan kadar 45,12 persen dry basis dan kadar air sebesar 11,65 persen.
Selain itu, produk sampingan yang juga didapatkan berupa asam fulvat cair dan briket. Dengan begitu, sisa pengolahan juga dapat berupa batu bara dengan jumlah kalori yang signifikan.
"Perlu ditekankan, asam humat ini bukan pupuk. Ketika proses pemupukan terjadi secara masif maka tanah itu cenderung akan keras nantinya. Artinya tidak hanya pupuk yang dibutuhkan oleh tanah, tapi juga pembenah tanah dalam hal ini humus, dan asam humat ini adalah humusnya. Dia memberikan unsur karbon yang akan memberi banyak fungsi," ujar Ferian.
Manfaat asam humat dalam humus bagi lahan media tanam antara lain adalah meningkatkan penyerapan unsur hara, retensi air dan meningkatkan kapasitas pertukaran kation.
Tak hanya itu, ketika tanah sudah menjadi keras dan jenuh, asam humat mampu memberikan kemampuan permeabilitas untuk mengeluarkan senyawa yang tidak dibutuhkan.
"Jadi tanah itu nantinya tidak menjadi keras, tapi dia memiliki kegemburan tertentu. Jadi penetrasi udara, penetrasi karbon itu nantinya bisa ada di situ sebagai satu simbiosis untuk akhirnya tanaman bisa tumbuh dengan baik," ujar Ferian.
Meskipun belum sepenuhnya terealisasikan, hal itu realistis dengan menghitung lahan produktif di Indonesia serta total produksi asam humat per tahun.
Diperkirakan angka produksi asam humat dari batu bara, khususnya batu bara Peranap mencapai 400.000 ton per tahun.
Hasil penelitian yang dipresentasikan pada Selasa (19/12) tersebut memberikan gambaran potensi yang cukup menjanjikan.
Selain itu, program ini juga sejalan dengan Program Peningkatan Nilai Tambah (PNT) batu bara yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang pengembangan dan pemanfaatan batu bara.
Menurut Ferian, inisiasi itu mendorong kembali upaya untuk menyelamatkan industri batu bara yang akhir-akhir ini melandai akibat agenda transisi energi ke sumber energi yang ramah lingkungan. (ant)