JAMBI - Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Komda Jambi minta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk meninjau ulang izin pinjam pakai kawasan hutan yang kembali diberikan kepada perusahaan tambang batu bara PT Sinar Anugerah Sukses (PT SAS) di Provinsi Jambi.
Sekretaris Jendral APHI Komda Jambi, Bima Pratama, Kamis (10/7) mengatakan, segera mengajukan keberatan ke KLHK terhadap izin pinjam pakai kawasan hutan yang kembali diberikan kepada perusahaan tambang tersebut, karena dinilai bertentangan dengan prinsip hukum administrasi dan berpotensi menciptakan preseden buruk dalam tata kelola perizinan sektor kehutanan.
APHI Jambi menyatakan keberatan tegas atas diterbitkannya kembali Surat Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan untuk kegiatan pembangunan sarana dan prasarana tambang oleh PT SAS.
Keberatan ini diajukan menyusul terbitnya surat persetujuan baru dari Kementerian KLHK pada 8 Mei 2025, yang memberikan izin kepada PT SAS untuk menggunakan kawasan hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap di wilayah Provinsi Jambi sebagai jalan hauling dan fasilitas tambang lainnya.
BACA JUGA:Warga Diminta Tingkatkan Kewaspadaan, Wali Kota Jambi Tinjau Lokasi Terdampak Cuaca Ekstrem
BACA JUGA:Wakil Ketua Dekranasda Muaro Jambi Hadiri HUT Dekranasda Nasional ke-45
Menurut Bima Pratama, sebelumnya izin tersebut telah dibatalkan secara sah oleh KLHK karena PT SAS tidak memenuhi komitmen yang telah disepakati. Pembatalan izin oleh kementerian merupakan bentuk sanksi administratif tertinggi, yang seharusnya membawa konsekuensi tegas terhadap perusahaan yang melanggar.
“Izin pinjam pakai kawasan hutan yang telah dibatalkan semestinya tidak dapat diterbitkan kembali kepada pemegang izin yang sama dan hal ini bentuk pelanggaran terhadap asas-asas umum pemerintahan yang baik dan semangat penegakan hukum administratif, dimana kami menilai penerbitan ulang izin ini cacat secara substansi dan prosedur,” tegas Bima Pratama.
APHI Komda Jambi berencana mengambil langkah hukum administratif dengan mengajukan keberatan resmi atau banding administratif kepada KLHK, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
"Tujuan dari langkah ini adalah memastikan bahwa prinsip kepastian hukum, keadilan, dan akuntabilitas tetap menjadi landasan dalam pengambilan kebijakan publik," tegas Bima.
Sementara itu, gelombang penolakan dari masyarakat juga terus berlanjut. Seperti warga Kelurahan Aur Kenali dan Desa Mendalo Darat, Kota Jambi dengan tegas menolak pembangunan jalan hauling dan stockpile batu bara PT SAS yang dinilai berisiko terhadap keselamatan dan kesehatan mereka.
Proyek ini dianggap tidak transparan, tidak melibatkan publik secara layak, dan melanggar hak masyarakat atas lingkungan hidup yang bersih dan aman.
Di sisi lain, Wali Kota Jambi, Maulana, menyoroti ketidaksesuaian antara lokasi stockpile PT SAS di Aur Kenali dengan Perda RTRW Kota Jambi tahun 2024–2044. Ia menegaskan, Pemkot Jambi tidak pernah mengeluarkan satu pun dokumen perizinan untuk proyek tersebut.
“Jika memang ada pelanggaran, tentu akan kami tindak. Namun saat ini, kami akan duduk bersama semua pihak untuk mencari solusi terbaik,” katanya.
Sementara itu, PT SAS melalui Humas, Ibnu Ziadi menyatakan bahwa perusahaan telah mengantongi PKKPR dari Kementerian ATR/BPN sebagai dasar hukum kegiatan mereka dan juga ditegaskan bahwa lokasi tambang utama berada di Kabupaten Sarolangun, sedangkan di Aur Kenali hanya untuk keperluan transit (stockpile) seluas 2 hektare.
“Mungkin ini soal perbedaan penafsiran aturan saja, namun demikian kami tetap terbuka untuk berdialog dan berkomitmen terhadap keberlanjutan lingkungan,” kata Ibnu. (*)