Tapi hati sang raja mulai bimbang. Ketika pangeran-pangeran lain datang, ia mengulang siasat yang sama—menerima harta, menunda keputusan, dan memupuk tamak.
BACA JUGA:Pemkab Batanghari Bantah Bupati M Fadhil Tahan SK PPPK : Dibagikan OPD Masing Masing
BACA JUGA:Kelebihan dan Kekurangan TWS JBL Tune Beam 2
Hingga istana pun penuh dengan harta yang tak lagi muat dalam peti. Putri Napal Melintang mulai curiga. Tapi sang ayah berbohong, mengatakan semua itu adalah hadiah sahabat dari negeri jauh. Ketika sang putri bertanya lebih dalam, suara lembut sang ayah berubah menjadi gertak: “Itu bukan urusanmu.”
Ketika waktu pernikahan semakin dekat, dan para pangeran mungkin bersiap menagih janji, Raja Gagak dilanda ketakutan. Dalam kegilaan yang tumbuh dari keserakahan, ia mengajak putrinya melarikan diri, membawa seluruh harta bersamanya.
Putri Napal Melintang—yang tak tahu apa-apa—setia mengikuti ayahnya. Mereka berkelana jauh hingga sampai di sebuah telaga jernih, tempat sang putri akhirnya tahu kenyataan pahit.
Sang raja, kehilangan arah dan dikalahkan rasa takut, menyalahkan putrinya atas semua yang terjadi. Di tepi telaga itu, sang putri menangis dalam diam, memohon maaf meski bukan ia yang bersalah. Ia tahu, demi kehormatan ayah dan kerajaannya, ia harus mengorbankan diri.
BACA JUGA:Andy Carroll Gabung Klub Divisi Enam
BACA JUGA:Alat Berat Milik Bupati Sarolangun Ditahan Warga Muaratara saat Razia PETI
Sebelum menghilang di kedalaman air, sang putri meminta satu hal—melihat wajahnya sendiri untuk pertama dan terakhir kalinya.
Ia menunduk ke air dan memandang bayangan dirinya yang anggun. Kemudian ia berjalan ke tengah danau, perlahan, tanpa teriak, tanpa pamit. Hanya riak air yang menjadi tanda kepergiannya.
Raja Gagak menjerit, memanggil namanya, tapi semuanya sudah terlambat. Dalam penyesalan yang membakar, ia melemparkan seluruh harta ke dalam danau—semua yang dulu ia puja, kini terasa busuk dan tak berarti.
Sejak hari itu, Danau Kaco menjadi cermin dua hal: kecantikan yang tak sempat dirayakan dan ketamakan yang membunuh cinta. Cahaya yang memancar dari danau diyakini berasal dari permata yang ditenggelamkan Raja Gagak, dan dari aura Putri Napal Melintang yang masih menjaga telaga dengan cinta sunyinya.
Tak ada lagi kerajaan, tak ada lagi tahta. Hanya air jernih yang menyimpan kisah, dan cahaya biru yang menari kala malam menggantungkan rembulan.
Legenda Danau Kaco bukan sekadar dongeng untuk menidurkan anak-anak. Ia adalah pengingat bagi mereka yang hidup di dunia yang masih bisa tamak, masih bisa lupa diri. Tentang pentingnya bersyukur, tentang kesederhanaan, dan tentang bahaya ketika keinginan melebihi kebutuhan. (*/wikipedia/berbagai sumber)