MUARABUNGO– Momen yang sangat ditunggu-tunggu oleh warga Kampung Tebat, Dusun Tanjung Belit. Tradisi tahunan bukak lubuk larangan atau pembukaan sungai larangan kembali digelar di Sungai Batang Asam setelah ditutup selama tiga tahun, pada Minggu (21/7/2025).
Sejak pagi, ratusan warga telah berkumpul di tepi sungai dengan membawa berbagai peralatan tradisional untuk menangkap ikan, seperti jala, jaring, dan bedil ikan (panah ikan tradisional). Sebelum kegiatan penangkapan dimulai, masyarakat bersama tokoh agama dan tokoh adat terlebih dahulu menggelar ritual pembacaan Surah Yasin sebagai bentuk doa dan syukur.
Tepat pukul 09.00 WIB, kegiatan dibuka secara resmi oleh Kepala Kampung Tebat bersama masyarakat. Setelah doa bersama, warga langsung turun ke sungai dan mulai menjala ikan dengan penuh semangat dan kegembiraan. Tercatat sekitar 200 orang turut serta dalam tradisi ini.
Bujang Sayuti, salah satu warga yang ikut dalam kegiatan ini mengungkapkan kebahagiaannya bisa kembali mengikuti tradisi warisan leluhur tersebut.
BACA JUGA:Karhutla Kabupaten Tebo Mulai Meningkat, Terdata 5 Titik Panas Sepanjang 2025
BACA JUGA:Bupati Syukur Usulkan Jalan Inpres dan Jalur Dua ke Menko Infra
“Pada hari ini kami turun ke Sungai Batang Asam untuk membuka lubuk larangan yang sudah kami tutup selama tiga tahun. Hasil tangkapan nanti akan dibagi rata kepada seluruh kepala keluarga di Kampung Tebat,” ujar Bujang Sayuti.
Menurutnya, lubuk larangan bukan sekadar tradisi menangkap ikan, namun menjadi bentuk pelestarian alam sekaligus menjaga kebersamaan antarwarga. Selama sungai ditutup, masyarakat dilarang menangkap ikan di area tersebut untuk menjaga ekosistem tetap lestari.
Kegiatan penangkapan ikan berlangsung hingga sore hari menjelang azan Maghrib. Hasil dari penangkapan tersebut akan dibagikan secara adil kepada seluruh keluarga yang ada di kampung, sesuai dengan tradisi yang telah diwariskan turun-temurun.
Tradisi buka lubuk larangan ini menjadi momen langka yang mempererat tali silaturahmi antarwarga sekaligus memperkuat nilai-nilai gotong royong dan kearifan lokal dalam menjaga sumber daya alam. (mai/ira)