FILIPINA - Amerika Serikat resmi menetapkan tarif 19 persen untuk barang-barang impor dari Filipina setelah Presiden Donald Trump dan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr bertemu di Gedung Putih pada 22 Juli 2025.
Sebaliknya, produk-produk AS yang masuk ke Filipina akan bebas tarif. Trump mengumumkan kesepakatan ini lewat platform Truth Social tak lama usai pertemuan.
“Kami telah menyelesaikan Kesepakatan Dagang kami, di mana Filipina akan menerapkan pasar terbuka dengan Amerika Serikat,” tulisnya dilansir dari Reuters.
Tarif baru ini berada sedikit di bawah ancaman tarif 20 persen yang dilontarkan Trump awal bulan ini, namun lebih tinggi dibanding tarif 17 persen yang ditetapkan April lalu untuk banyak negara.
BACA JUGA:Pertukaran Data dengan AS Patuhi Hukum RI
BACA JUGA:Pemkot Jambi Proyeksikan Hasil Normalisasi Sungai, Jadi Destinasi Wisata Baru
Angka ini setara dengan tarif untuk Indonesia dan hanya terpaut tipis dari Vietnam yang dikenakan 20 persen.
Tahun lalu, AS mencatat defisit hampir 5 miliar dolar AS dari total perdagangan barang bilateral sebesar 23,5 miliar dolar AS dengan Filipina.
Bagi Marcos, kesepakatan ini tetap menjadi pencapaian penting.
“Satu persen mungkin terlihat kecil, tetapi jika diterjemahkan ke angka nyata, ini adalah capaian signifikan,” ujarnya di Washington DC.
Marcos adalah pemimpin Asia Tenggara pertama yang bertemu Trump di periode keduanya. Ia menegaskan bahwa AS adalah “sekutu terkuat, terdekat, dan paling dapat diandalkan” bagi Filipina.
Trump sendiri menekankan pentingnya kerja sama militer kedua negara, meski belum membeberkan detail. Filipina kini berada dalam posisi strategis di mata Washington, terutama setelah negara itu menjauh dari Beijing usai Trump menang pada pemilu November lalu.
“Negara itu mungkin sebelumnya condong ke China, tetapi kami membalikkan arah itu dengan sangat cepat,” kata Trump.
Di sela kunjungannya, Marcos juga bertemu Menteri Pertahanan Pete Hegseth dan Menteri Luar Negeri Marco Rubio serta dijadwalkan menemui para pebisnis AS. Pemerintah Filipina berharap penguatan ekonomi dapat memperkuat posisinya sebagai mitra AS di kawasan Asia Pasifik.
Sementara itu, para pengunjuk rasa sempat menggelar aksi di dekat Gedung Putih, mendesak Marcos untuk mendengarkan aspirasi warga Filipina-Amerika dan pekerja migran di tengah gencarnya penggerebekan imigrasi AS.