“Modusnya sederhana tapi licik: beras biasa dibungkus, diberi stempel premium, lalu dijual Rp5.000–6.000 di atas HET. Ini penipuan dan pidana,” tegas Presiden Prabowo dalam pidatonya di acara peluncuran Koperasi Desa Merah Putih di Klaten, Jawa Tengah, 19 Juli 2025.
Ia menambahkan bahwa kerugian negara akibat praktik ini mencapai Rp100 triliun setiap tahun, sebuah angka yang menunjukkan betapa masifnya skandal ini.
Satgas Pangan Polri, yang juga menangani kasus ini, telah menaikkan status penyelidikan menjadi penyidikan, dengan fokus pada pelanggaran mutu dan HET.
Mereka mengidentifikasi lima merek beras premium yakni Setra Ramos Merah, Setra Ramos Biru, Beras Setra Pulen, Sania, dan Jelita, yang tidak memenuhi standar. Sebanyak 201 ton beras telah disita sebagai barang bukti, bersama dengan dokumen legalitas dan hasil uji laboratorium.
Kejagung menegaskan bahwa penyelidikan ini dilakukan dengan koordinasi ketat bersama Satgas Pangan Polri dan Gugus Ketahanan Pangan TNI untuk menghindari tumpang tindih.
Informasinya, Kejagung bakal fokus pada pemeriksaan penyimpangan subsidi. Sedangkan Polri menangani pelanggaran mutu dan HET.
Untuk jangka panjang, pemerintah perlu memperbaiki tata kelola subsidi dengan sistem yang transparan, seperti e-Monitoring dan Rice Processing Center, serta memperkuat pengawasan terhadap distribusi. “Negara tidak boleh kalah dengan mafia pangan,” tegas Menteri Pertanian Amran Sulaiman, yang mengklaim telah menyerahkan data lengkap ke Kejagung dan Polri. (*)