JAMBI - Polemik 13 Aparatur Sipil Negara (ASN) nonjob setelah menempuh perjalanan panjang hingga berujung pelaporan ke Polda Jambi, menemui solusi. Akhirnya pada Selasa, 9 September 2025 para ASN tersebut dilantik di rumah dinas gubernur Jambi dengan jabatan yang setara.
Namun, tidak sepenuhnya persoalan itu tuntas. Satu di antara 13 ASN itu, menolak untuk ikut dilantik, yakni Dedy Ardiansyah yang sebelumnya menepati jabatan Kabid Transmigrasi Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Jambi.
Menyikapi hal itu, Gubernur Jambi Al Haris, mengatakan bahwa ia siap jika salah salah satu ASN yang menolak dilantik tetap mempertahankan laporannya di Polda Jambi.
BACA JUGA:Kendaraan Dinas Bisa Ikut Pemutihan
BACA JUGA:Wali Kota: Tak Ada Titipan, Seleksi Kepala Sekolah Gunakan Sistem CAT
“Silakan, kita siap kok,” katanya dengan singkat.
Ia menjelaskan bahwa pelantikan tersebut meskipun beberapa tidak ditempatkan ke posisi semula, akan tetapi tetap pada jabatan yang setara.
“Kalau eselon itu kan nggak jauh beda, eselon 3 semuanya, baik 3A, 3B itu kan nggak jauh beda,” ujarnya.
“Yang penting rumpunnya masih sama, kalau misalnya dia dilantik di rumpun yang berbeda. Ini tidak. Dari Kabid di Disnaker, dilantik di UPTD di Disnaker juga. Kan masih nyambung,” tambahnya.
Tak hanya itu, Al Haris juga menekankan bahwa perbedaan nomenklatur jabatan tidak perlu dipersoalkan berlebihan, karena substansinya tetap sama.
“Kalau kami di Pemprov itu, kalau eselon 2A, 2B itu namanya pejabat tinggi pertama. Mau 2B, 2A itu sama. Yang Eselon 3A dan 3B itu namanya jabatan administrator, sama saja. Tidak ada masalah,” jelasnya.
Sementara itu, Dedy Ardiansyah yang saat dinonjobkan dulu menjabat sebagai Kepala Bidang Transmigrasi, ditempatkan sebagai Kepala UPTD Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah III. Namun ia menolak jabatan tersebut.
“Betul saya menolak, karena menurut saya penempatan saya di UPTD Ketenagakerjaan Wilayah III di Kerinci sangat tidak manusiawi,” kata Dedy.
Menurutnya, meskipun sama-sama jabatan administrator eselon III, tetap ada perbedaan kelas dan nilai jabatan.
“Kenapa yang lain tetap bisa diberikan posisi kepala bidang, bahkan ada yang jadi sekretaris dinas, sementara saya justru ditempatkan di UPTD. Ini tidak adil,” tegasnya.
Dedy menilai keputusan itu mencederai rekomendasi BKN yang meminta agar para pejabat dikembalikan ke jabatan semula atau setara.
“Ini sungguh mencederai proses rekomendasi BKN yang menyatakan agar dikembalikan ke jabatan semula atau yang setara,” katanya.
Ia juga menyinggung bahwa jabatan yang ia tinggalkan masih kosong hingga saat ini.
“Sementara jabatan yang saya tinggalkan saat nonjob tempo hari sampai sekarang masih kosong dan hanya dijabat Plt. Jadi seharusnya saya bisa kembali ke posisi itu,” ujarnya. (cr01/enn)