Dzaki menjelaskan, proses pembuatannya cukup sederhana: limbah makanan dicacah kecil, dicampur dengan gula merah dan air, lalu difermentasi selama tiga bulan hingga menghasilkan cairan siap pakai.
BACA JUGA:Maxime Bouttier Anggap Beda Usia dengan Luna Maya Bukan Masalah: “It’s Not About Age”
BACA JUGA:Romantis! DJ Bravy Lamar Erika Carlina di Atas Panggung Synchronize Fest 2025
Hasilnya terbukti efektif. Beberapa petani yang awalnya ragu kini beralih menggunakan pupuk cair dari eco enzyme karena membuat tanaman lebih subur dan mengurangi biaya produksi.
Inovasi sederhana ini pun membuka peluang usaha baru di sektor pertanian ramah lingkungan.
Asriafi dan Dzaki sama-sama berharap agar inisiatif mereka bisa direplikasi di berbagai desa lain di Lumajang.
Dengan kolaborasi antara pemerintah, komunitas muda, dan pegiat lingkungan, limbah makanan yang semula terbuang dapat diubah menjadi sumber daya ekonomi yang bermanfaat bagi masyarakat sekaligus menjaga keberlanjutan lingkungan.
BACA JUGA:Bukan Sekadar Mimpi, Jatuh dari Ketinggian Ternyata Punya Makna Mendalam
BACA JUGA:Al Haris Minta Jaga Kualitas Bahan Baku dan Kebersihan
Keberhasilan para pemuda Lumajang ini menjadi bukti nyata bahwa kreativitas dan kepedulian terhadap alam dapat berjalan beriringan menghadirkan solusi hijau sekaligus memperkuat perekonomian daerah. (*)