Jakarta - Kasus pungutan liar (pungli) di rumah tahanan negara (rutan) cabang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap terdapat kongkalikong dan "bisnis" jasa terselubung di antara para pegawai dan tahanan lembaga antirasuah itu.
Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) Syamsuddin Haris mengungkapkan modus pungutan liar (pungli) di rumah tahanan negara (rutan) KPK yang melibatkan 93 pegawai lembaga itu.
Pungli itu, kata Syamsuddin, dilakukan para pegawai kepada sejumlah tahanan yang ingin mendapatkan fasilitas atau layanan yang seharusnya tidak diperbolehkan di dalam rutan.
"Pokoknya dengan melalukan pungutan kepada tahanan maka tahanan itu mendapat layanan lebih lah," kata Syamsuddin, Rabu 17 Januari 2024.
BACA JUGA:Dewas KPK Diharap Bisa Beri Sanksi Jera Bagi Pungli di Rutan
BACA JUGA:Bawaslu Akui Belasan Ribu TPS Belum Dapat Pengawasan
"Contohnya misalnya HP untuk komunikasi itu contohnya. Bisa juga dalam bentuk apa namanya nge-charger HP dan lain-lain," sambung Syamsuddin.
Padahal, dalam peraturan setiap tahanan dilarang membawa atau menyimpan alat komunikasi serta perangkat pendukungnya dalam bentuk apapun.
Sebenarnya KPK sudah memberikan waktu kunjungan buat keluarga tahanan. Yakni setiap Senin dan Kamis. Selain itu, saluran komunikasi bisa dilakukan melalui kuasa hukum tahanan yang melakukan konsultasi.
Syamsuddin mengatakan, 93 pegawai yang diduga terlibat pungli di Rutan KPK termasuk kepala rutan, mantan kepala rutan, sampai staf pengawal tahanan.
BACA JUGA:Messi Raih Gelar FIFA Pria Terbaik 2023, Sedangkan Pep Guardiola Sabet Gelar Pelatih Terbaik 2023
BACA JUGA:5 Tips Mengatasi Emosi Negatif yang Bikin Stres
"93 (orang) itu ada kepala rutan, ada mantan kepala rutan, ada apa ya semacam komandan regunya yang gitu-gitu. Ada staf biasa pengawal tahanan. Macam-macam," ucap Syamsuddin.
Diberitakan sebelumnya, 93 pegawai KPK diduga terlibat pungutan liar pungli di Rutan. Anggota Dewas KPK Albertina Ho menyebut pungli di Rutan KPK mencapai Rp 6,14 miliar.
"Teman-teman menanyakan totalnya berapa? Saya tidak bisa menyatakan yang pasti, tetapi sekitar Rp 6,148 miliar sekian itu total kami di Dewas," kata Albertina dalam konferensi pers di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta Selatan, Senin 15 Januari 2024 lalu.