Oleh: Bahren Nurdin
(Pengamat Sosial dan Kebijakan Publik)
Sebagai akademisi, jika ada yang bertanya 'masih percayakah hasil survei?' Maka jawabannya, tanpa keraguan, adalah 'ya'. Saya masih percaya! Survei merupakan alat akademis yang fundamental, mengandalkan metodologi ilmiah yang ketat untuk mencapai keabsahan dan kebenaran.
Kegigihan dalam menjaga keaslian metodologi survei merupakan kunci untuk mempertahankan integritasnya—sama halnya dengan kejernihan air mineral yang kita percaya akan kemurnian dan kesuciannya.
Saya menganalogikan survey itu seperti air mineral. Air mineral yang bening dan suci simbolisasi dari survei yang bersih dari manipulasi; sebuah alat yang memberikan gambaran yang tidak ternoda oleh kepentingan luar. Namun, sekali 'zat asing' ditambahkan—katakanlah sirup yang menyegarkan atau racun yang mematikan—maka sifat aslinya berubah. Air mineral dengan sirup mungkin menyenangkan, memberikan kesegaran, namun bila terkontaminasi racun, konsekuensinya bisa fatal.
BACA JUGA:Porwil XI/2023 Riau, Kontingen Jambi Baru Raih 2 Perak dan 3 Perunggu
BACA JUGA:Plt Wali Kota Jambi Maulana Minta ASN Kompak
Realitas survei politik saat ini tidak lagi selalu mencerminkan kejernihan tersebut. Terlalu sering kita melihat survei yang 'diracuni' oleh kepentingan—entah itu ekonomi atau politik.
Survei yang telah terkontaminasi ini menjadi alat yang berbahaya, menyesatkan publik daripada memberikan pencerahan.
Ada begitu banyak dampak negatif survey-survei yang dilakukan tanpa kaedah akedemik yang baik dan telah terkontaminasi.
Survei yang bias dapat mempengaruhi opini publik dengan cara yang tidak adil, mengarahkan persepsi masyarakat untuk mendukung agenda tertentu. Ini dapat mengurangi kualitas diskusi publik karena didasarkan pada informasi yang salah.
BACA JUGA:Tabligh Akbar dan Wisuda Tahfidz Bersama HOTS Jambi
BACA JUGA:PT Surya Sentosa Sukses Raih Puluhan Konsumen
Bahkan, survei yang menyesatkan dapat menciptakan atau memperburuk ketidakstabilan politik dengan memicu konflik berbasis pada pemahaman yang salah tentang sentimen publik atau tingkat dukungan terhadap isu tertentu.
Lebih jauh lagi, ketika survei digunakan sebagai alat propaganda, bersembunyi di balik topeng objektivitas ilmiah, mereka meracuni pilar demokrasi yang kita bangun dengan informasi yang menyesatkan.