JAMBI – Fenomena el nino pada musim kemarau beberapa waktu lalu, mengakibatkan turunnya produksi tanaman padi di Provinsi Jambi. Bahkan ketika turun hujan, curah hujan juga berlebihan sehingga sawah terendam banjir bahkan gagal panen.
Khairul Asrori, Kabid Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Tanaman Pangan Holtikultura dan Peternakan (TPHP) Provinsi Jambi mengatakan, semua produksi beras di daerah sentranya turun secara menyeluruh.
“Di semua daerah begitu, sehingga kebutuhan lokalnya sendiri tidak terpenuhi,” katanya.
Di Provinsi Jambi, hanya Kabupaten Kerinci yang menjadi daerah sentra penghasil beras. Dari 11 kaabupaten/kota, hanya Kerinci yang mengalami sur plus beras, sementara 10 kabupaten/kota lainnya mengalami defisit. Ketika beras dari kerinci didistribusikan ke kabupaten/kota lainnya, tetap tidak bisa memenuhi kebutuhan masyarakat Provinsi Jambi.
BACA JUGA:Gubernur Al Haris Lantik Dirut Bank Jambi
BACA JUGA:Tujuh Kali Raih Piala Adipura, Pj Walikota Apresiasi PHL DLH Kota Jambi
“Beras dari Kerinci hanya bisa memenuhi tak sampai 50 persen kebutuhan beras di Jambi,” katanya.
Disamping itu, lahan pertanian padi di Provinsi Jambi, juga tidak semuanya menghasilkan. Karena tidak semua lahan sawah itu ditanami oleh para petani. Menurutnya, secara keseluruhan, luas lahan pertanian padi di Provinsi Jambi adalah 68.349,19 hektar.
“Itupun tidak tertanam semua,” katanya.
Sepanjang bulan Februari saja, lanjut Khairul, luas lahan pertanian padi yang ditanami hanya 4.513 hektare, yang tersebar di semua wilayah.
BACA JUGA:Hadir dengan Apparel dan Aksesoris Resmi New Honda Stylo 160
BACA JUGA:Surya Sentosa Siapkan Hadiah Umroh Gratis, Sambut Ramadan Bersama Daihatsu
Banyak faktor yang mempengaruhi tidak maksimalnya realisasi tanam di lahan pertanian padi di Provinsi Jambi. Menurutnya, untuk masyarakat yang 100 persen pencariannya sebagai petani, mereka akan selalu menanam.
Namun bagi mereka yang hanya sebagai penggarap, tidak selalu melakukan penanaman. Mereka akan melihat komiditi lainnya yang harganya sedang naik.
“Itu ada diferensiasi mata pencarian. Contohnya, ketika harga sawit naik, mereka beralih menggarap sawit. Kalau turun, mereka kembali menanam padi,” katanya.