Dia menilai langkah-langkah strategis tersebut perlu segera diambil lantaran pemerintahan Prabowo berpotensi menghadapi tantangan politik berlapis yang dapat berdampak pada masa depan Partai Gerindra, sebab kemenangan Prabowo pada Pilpres 2024 tak diraih secara absolut yang membuatnya berpeluang disandera partai politik oposisi lewat parlemen.
BACA JUGA:Pemkot Imbau Jangan Panic Buying, Borong Sembako Jelang Idul Fitri
BACA JUGA:Kinerja Perekonomian Regional Jambi Tumbuh 4,03 persen
"Pasalnya, total kursi parpol koalisi pendukungnya justru minoritas di parlemen. Total Gerindra, Golkar, PAN, dan Demokrat diproyeksikan meraup 280 kursi. Lebih sedikit dibanding total perolehan gabungan parpol pendukung Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin yang sebanyak 300 kursi. Sudah begitu, Partai Gerindra tak keluar sebagai pemenang pemilu. Hanya menduduki peringkat ketiga setelah PDI Perjuangan dan Golkar. Dampaknya, posisi Prabowo menjadi kurang strategis," katanya.
Partai Gerindra, tambah dia, juga tak memiliki magnet politik besar untuk mempengaruhi pengambilan keputusan di parlemen, meskipun Prabowo memegang dukungan Partai Golkar yang jumlah kursinya diproyeksikan terbesar kedua di parlemen setelah PDI Perjuangan.
"Golkar bukanlah partai pengusung utama Prabowo. Hubungan politik di antara mereka hanya bersifat resiprokal atau timbal balik. Namun, tak ada jaminan Golkar–sebagaimana pula parpol koalisi Prabowo selain Gerindra–akan selalu mendukung langkah Prabowo di parlemen. Selama ini suara Gerindra sangat dipengaruhi coattail effect dari Prabowo. Mengingat Prabowo adalah wajah tunggal partai di tengah tak ada tokoh alternatif lain yang bisa sebesar dirinya,” kata Ahsan.(ANTARA)