Kenapa UKT Mahasiswa Tak Bisa Disamakan? Ini Penjelasan Kemendikbudristek

Plt Sesdirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi (Diktiristek) Tjitjik Srie Tjahjandarie.--

JAMBIKORAN.COM - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyatakan uang kuliah tunggal (UKT) mahasiswa saat ini tak bisa disamakan karena Indonesia memiliki penduduk banyak. Pemerintah belum bisa memberikan subsidi secara merata.

"Kalau di negara-negara lain seperti di Eropa, rata-rata UKT flat. Di Jerman, mereka punya kemampuan menggratiskan rakyatnya di pendidikan tinggi, karena apa? Dia bisa meng-cover, jumlah rakyatnya terbatas. Di Indonesia, jumlah penduduknya sudah 280 juta," ujar Plt Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie di Jakarta, Rabu 15 Mei 2024.

Tjitjik menambahkan, tantangan pendidikan tinggi di Indonesia semakin besar lantaran hadirnya bonus demografi.

Menurutnya, bonus demografi bisa diartikan jumlah pelajar yang menempuh pendidikan tinggi semakin besar. Di samping itu, ekonomi Indonesia belum sekuat negara-negara maju.

BACA JUGA:Menteri Pertanian Berharap Pulau Madura Dapat Menjadi Lumbung Pangan Dunia

BACA JUGA:Ditpolair Polda Jambi Tetapkan Nahkoda Kapal Tersangka Kasus Tongkang Batubara Tabrak Fender Jembatan Aurduri

Oleh karena itu, kata Tjitjik, kebijakan yang tepat terkait uang kuliah di perguruan tinggi negeri (PTN) Indonesia berasaskan keadilan.

Artinya, masyarakat turut hadir dalam pendanaan pendidikan tinggi, di samping pemerintah memberikan bantuan operasional ke PTN.

"Apakah UKT berkeadilan ini tepat? Tepat, karena kalau kita lihat PDB (produk domestik bruto) kita dibandingkan negara-negara maju, kita masih jauh di bawah. Artinya apa? Kemampuan masyarakat itu sebenarnya masih rendah, tidak sama, kalau yang lain kan PDB-nya tinggi," tutur Tjitjik.

Jika UKT PTN dibuat sama rata, Tjitjik menjelaskan, hal itu justru memberatkan mahasiswa khususnya dari kalangan tak mampu.

"Kalau kita menetapkan UKT flat, bagaimana dengan anak-anak yang punya kemampuan akademik tinggi, tetapi secara ekonomi tidak mampu. Mereka tidak akan bisa belajar," ungkapnya.

Tjitjik tak memungkiri bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) dari pemerintah ke PTN masih terbatas. Terlebih, pendanaan pendidikan tinggi belum diutamakan, karena prioritas pendanaan baru sampai pendidikan menengah.

BACA JUGA:Kecanduan Nonton Vidio Porno, Ayah di Malinau Tega Cabuli Anaknya

BACA JUGA:Caleg Terpilih Harus Mundur Dari Pilkada, Ini Penjelasan Ketua KPU

Tag
Share