KPK: Perbaikan Tata Kelola Pertanahan Tekan Potensi Korupsi
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron berikan pengarahan dalam Rapat Teknis (Rakernis) Direktorat Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Tahun 2024 di Jakarta. -ANTARA-Jambi Independent
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional untuk memperbaiki tata kelola pertanahan demi menekan potensi sengketa dan konflik, serta tindak pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian negara.
"Tanah bukan hanya sekadar unsur ekonomi, namun perlu diurus secara komprehensif sehingga membuat kebermanfaatan bagi masyarakat secara luas. Sebaliknya, jika permasalahan dibiarkan begitu saja, maka timbul potensi korupsi yang merugikan hajat orang banyak," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Hal itu disampaikan Ghufron dalam Rapat Teknis (Rakernis) Direktorat Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Tahun 2024 di Jakarta, Rabu (29 Mei 2024).
Dia menyebut ada empat poin utama dalam tata kelola sistem pelayanan pertanahan yang rawan akan praktik korupsi yang pertama adalah ketidakpastian syarat, prosedur dan biaya, kedua ketidakmudahan dan sistem yang tak sederhana, ketiga sistem yang tidak efisien dan efektifnya; dan yang keempat tidak adanya sarana pengaduan.
BACA JUGA:Ini Besaran Gaji PPK untuk Pilkada 2024
BACA JUGA:Profil Budi Djiwandono, Keponakan Prabowo yang Disebut Akan Maju Pilgub Jakarta
"Perbaikan sistem tata kelola dapat dimulai dari penguatan internalisasi pondasi lembaga dalam menjauhi perilaku koruptif. Sehingga seluruh Insan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memiliki visi dan misi sama dalam memberi pelayanan optimal kepada masyarakat," tuturnya.
Layanan Aduan Masyarakat (Dumas) KPK dalam kurun tahun 2020-2022 menerima 207 aduan terkait pelayanan sertifikat, hak tanggungan, dan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
"Kemudian dalam 4 tahun terakhir, Direktorat Monitoring KPK memotret 31.228 kasus dimana 37 persen merupakan sengketa, 2,7 persen konflik, dan 60 persen berupa perkara terkait pertanahan. Selain itu, juga ditemukan 244 kasus perihal mafia tanah sejak tahun 2018 hingga 2021," ucap Ghufron.
Lebih lanjut dia mengingatkan pada seluruh aparat penegak hukum yang menangani kasus pertanahan untuk memahami dan mengetahui dengan detail unsur delik hukumnya, sehingga tidak ada kekeliruan dalam putusan.
BACA JUGA:Jenis Sunscreen yang Tepat untuk Kulit Berjerawat
BACA JUGA:Didominasi Usia 13-15 Tahun,Perokok Remaja Meningkat Hampir 20%
Pada kesempatan yang sama Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono menegaskan mafia tanah merupakan momok bagi masyarakat. Oleh karena itu, ia berharap jajarannya dapat meningkatkan kapasitas dan menjaga integritas dalam bertugas melayani masyarakat.
"Kapasitas tanpa integritas akan sangat sia-sia, sementara integritas tanpa peningkatan kapasitas tidak membuat kita lebih maju," ujarnya.