Pasir Putih

Dahlan iskan--

Di satu kawasan ini pasirnya putih semua. Berbukit-bukit. Bergelombang-gelombang. Berombak-ombak. Saya malas menceritakannya. Lihat sendiri di Google: White Sand National Park New Mexico. Atau sebangsa itu. 

Ternyata banyak turis ke situ. Semua harus bermobil --untuk bisa memasuki tengah-tengahnya. Berkilo-kilo meter. Suami Janet menghentikan mobil. Keduanya naik ke gunung pasir putih itu. Joget-joget kesenangan. Berfoto ria.  

BACA JUGA:161 Perempuan Muda Tebo Resmi Menjanda

BACA JUGA:Gaji ke 13 dan TPP ke 13 ASN Bungo Segera Cair

Saya pilih tunggu di dalam mobil. Waktunya membaca komentar di Disway. Mencicil pekerjaan hari itu. Dan lagi saya tidak boleh terlalu terkena pancaran sinar matahari --sepanas pancaran sinar petromak siang itu. Obat yang saya minum tiap hari tidak membolehkan itu. 

Ternyata 30.000 tahun lalu sudah ada makhluk di sini. Jauh sebelum Nabi Adam yang sekitar 10.000 tahun lalu. 

Lapar.  

Ada kota kecil jauh di depan sana: Bowie. Ada di peta. Meski harus sedikit ke luar jalur, kami ke kota itu. Pukul 13.00. Panas-panasnya gurun. 

BACA JUGA:Pemprov Jambi Berkomitmen Lindungi Hak-hak Warga, Al Haris: Memanusiakan Manusia

BACA JUGA:Carlos Alcaraz Menjadi Petenis Termuda yang Raih Gelar Grand Slam di Roland Garros

Tertulis di Google: ada satu coffee shop. Ikuti saja garis biru di layar. Kami sudah tidak berharap ada variasi makanan pilihan. Apa saja. Sekadar isi perut. 

Ternyata tidak ada apa-apa di kota Bowie. Kota ini rasanya salah letak. Aneh. Kenapa juga ada orang punya rumah di sini. 

Kami pun keliling kota mencari si kafe. Google mengatakan: kami sudah sampai. Tujuan Anda di kiri jalan. Tidak ada kafe. Yang ada rumah biasa. Tertutup. Tidak ada tanda-tanda kehidupan apalagi bekas kafe.  

Dalam dua menit kami sudah keliling ke seluruh kota. Tidak ada toko apalagi kafe. Kota ini kira-kira hanya seluas satu RW. 

BACA JUGA:Max Verstappen Prediksi GP Kanada 2024 Akan Sajikan Balapan Tak Terduga

Tag
Share