Harga Karet di Bungo Kembali Anjlok, Capai Rp 12 Ribu per kg
ANJLOK : Harga karet di Kabupaten Bungo kembali anjlok.-SITI HALIMAH/JAMBI INDEPENDENT-Jambi Independent
MUARABUNGO - Karet telah menjadi sumber penghidupan utama bagi petani di Jujuhan sejak dahulu kala. Meski harga karet sering mengalami fluktuasi yang tajam, banyak petani tetap setia pada pekerjaan menyadap karet. Harga karet yang terus berubah membuat petani harus siap menghadapi tantangan ekonomi yang tidak menentu.
Beberapa minggu yang lalu, harga karet sempat mencapai Rp 14 ribu per kilogram. Namun, minggu ini harga kembali turun, berada di kisaran Rp 13 ribu hingga Rp 12 ribu per kilogram di tingkat penjualan petani di pasar lelang karet Jujuhan.
Penurunan harga ini menambah beban bagi petani yang bergantung pada hasil penjualan karet untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Menurut pantauan Jambi Independent, kondisi ini terlihat jelas di dua kelompok lelang karet yang ada di Tukum Dua Sirih Sekapur. Saf, seorang toke lelang di sana, menyatakan bahwa minggu yang lalu sempat tembus harga Rp 14 ribu per kilogram, minggu ini turun lagi hanya Rp 13 ribu per kilogramnya. “Harga karet ini tidak menetap bang,"ungkapnya.
BACA JUGA:Wabup Robby Serahkan Bantuan Alat dan Mesin Pertanian Dari Kementerian Pertanian RI
BACA JUGA:Paripurna ke 4 Laporan Pimpinan DPRD Kerinci, Terkait Ranperda Pertanggungjawaban APBD Kerinci 2023
Pernyataan Saf mencerminkan ketidakstabilan harga karet yang sering membuat petani khawatir. Sementara itu, di kelompok lelang Rantau Ikil, Sanusi, seorang pembeli di kelompok tersebut, mengungkapkan hal serupa.
"Sekarang harga turun, minggu yang lalu sempat Rp 13 ribu, minggu ini turun menjadi Rp 12 ribu per kilogram,"kata Sanusi.
Menurutnya, penurunan harga ini berdampak pada jumlah petani yang menyadap karet. "Ini karet bersih mingguan dalam satu dua pekan dapat empat ton hasil pembelian dari petani, kalau harga naik banyak petani yang nyadap karet bang," ungkapnya.
Situasi ini menunjukkan betapa pentingnya kestabilan harga bagi petani karet. Ketika harga naik, aktivitas menyadap karet meningkat karena petani melihat hasil kerja mereka dihargai lebih tinggi.
BACA JUGA:Jembatan Rano Tanjabtim Sering Rusak, Bisa Putus Akses Dua Kecamatan
BACA JUGA:MASYARAKAT BERGERAK BERSAMA MELAWAN NARKOBA, MEWUJUDKAN INDONESIA BERSINAR
Namun, ketika harga turun, semangat menyadap karet pun berkurang karena pendapatan yang diterima tidak sebanding dengan usaha yang dikeluarkan.
Kondisi fluktuatif ini memerlukan perhatian dari berbagai pihak, termasuk pemerintah dan pemangku kepentingan di sektor perkebunan.