Wajah Baru
Disway--
PUN Bung Karno. Pasti senang melihat perubahan di Sanur ini. Apalagi saya. Yang Rabu malam lalu tinggal di sana –untuk acara Bank Indonesia Perwakilan Bali di Nusa Lembongan keesokan harinya.
Saya tidak bisa pilih kamar. Lagi penuh. Juga tidak bisa pilih di hotel yang mana: terserah yang punya acara.
Ada dua hotel di kompleks ini. Inilah kompleks Sanur-nya BUMN InJourney.
Hotel yang satu masih pakai nama yang lama: Bali Beach Sanur.
Satunya lagi juga hotel lama diberi nama baru: The Meru.
Anda sudah tahu apa arti ''meru'' –karena Anda sudah tahu apa itu mahameru.
BACA JUGA:Ma'ruf Amin Mohon Maaf Atas Segala Kekurangan Selama Jabat Wapres
BACA JUGA:Ditlantas Tindak 197 Pelanggar Soal Batu Bara Harus Tegas dari Hulu Tambang
Dua-duanya sudah direnovasi total. Tetap bintang lima –kali ini dengan kualitas bintang lima sesungguhnya.
Dua hotel itu lobinya satu. Lobi baru. Terpisah dari hotel. Dari lobi bersama itu ada koridor unik yang baru kali ini saya temui..
Saya masih bisa mengenali Bali Beach yang 10 lantai itu. Tapi sudah sulit mengenali The Meru.
Dari lobi bersama itu Anda harus menuruni jalan seperti masuk lorong menuju gua. Bisa juga pakai lift.
Jalan menuju ''gua'' itu berlantai hitam. Dinding hitam. Hitamnya granit bercorak batu.
Sepuluh langkah di koridor itu ada lorong temaram ke kanan dan ke kiri. Di ujung-ujung lorong ada cahaya dari atas. Lalu ada patung di bawah siluet cahaya itu. Magis. Buntu.
Saya balik ke lorong utama lagi. Sepuluh langkah kemudian ketemu lorong ke kanan dan ke kiri lagi. Sama. Di ujung-ujungnya ada siluet cahaya dari atas. Ada patungnya. Magis. Buntu.
Balik ke lorong hitam yang utama lagi. Suasananya masih seperti di dalam gua. Sepuluh langkah kemudian ketemu lagi lorong kiri-kanan yang mirip. Saya menikmati keseluruhan lorong gua ini.
Yang mendesain renovasi The Meru hebat sekali.
Di langit-langit lorong hitam itu ada sedikit cahaya redup. Ada air di langit-langit koridor. Air yang mengalir di kaca. Cahaya matahari tertahan oleh air dalam kaca itu: redup.
Ujung lorong ini buntu. Dinding. Warna hitam juga. Tapi ada akses besar ke kiri dan ke kanan. Yang ke kiri itulah reception The Meru berada.
Saya melongok juga akses yang ke kanan. Sepi. Sunyi. Tidak ada orang. "Ini reception untuk tamu yang bersifat rombongan," ujar petugas yang mendampingi saya.
Memisahkan reception tamu perorangan dan tamu grup tentunya sangat baik. Tamu perorangan sering menunggu sangat lama kalau lagi ada grup besar yang check-in.
Di sebelah reception itu ada ruang tunggu besar. Tanpa dinding. Lebih 40 sofa ada di situ. Luas sekali --untuk ukuran hotel. Kanan-kirinya kolam air. Dengan suara gemercik yang jatuh di sepanjang pemisahnya.
Di balik ruang sofa itulah restoran besar berada. Tanpa dinding. Tanpa AC. Menghadap pantai Sanur yang berpasir putih. Semua tamu Bali Beach dan The Meru makan minum di situ. Efisien.
Karena itu sebelum masuk restoran ada koridor ke kanan dan ke kiri. Yang ke kiri adalah jalan menuju kamar-kamar di hotel Bali Beach. Koridor yang ke kanan menuju kamar-kamar di The Meru. Dua-duanya bintang lima.
Saya pilih ke restoran. Tidak ingin makan. Saya masih punya singkong rebus di dalam tas. Kalau sudah bisa masuk kamar, saya akan makan siang dengan singkong itu. Apalagi dibawakan juga sambal ijo --lombok hijau dan tomat hijau ditambah kecombrang. Semua tanaman sendiri.
Di resto itu saya hanya ingin minum --agar pantas. Sebenarnya saya masih punya satu botol air putih. Tapi saya harus lama duduk di situ. Tidak pantas kalau tidak pesan minuman.
"Beras kencur.... ups....kunyit," kata saya. Meski bintang lima resto ini menyediakan minuman tradisional. "Gulanya dipisah," tambah saya.