Wajah Baru

Disway--


Ketika minuman warna kuning tiba, saya pun mulai menyeruput. "Ini cocktail," ujar pelayan. Benar. Ada rasa alkohol. Saya nggak jadi meminumnya.
Lalu datang lagi yang kunyit tanpa alkohol. Pakai es. Saya telanjur dapat sambungan telepon dengan Daulat Situmorang.


Saya konsentrasi mendengarkan penjelasannya soal patung Yesus tertinggi di dunia. Yang di Sibeabea, Danau Toba.
Sebenarnya saya ingin mewawancarai Sudung Situmorang, ketuanya. Tapi tidak dapat sambungan. Untung bisa sambung dengan Daulat. Hampir setengah jam saya mendengarkan Daulat (salah satu pembuat patung Yesus di Danau Toba, baca Disway: Katolik Kristen).


Selesai bicara dengan Daulat saatnya melihat rekaman debat Kamala Harris dan Donald Trump. Kunyitnya terlupa. Begitu ingat saya pun ingin meminumnya. Terlihat lalat sudah selesai mandi di dalamnya. Sudah tewas. Nggak jadi minum. Saya tidak komplain apa pun. Saya merasa itu salah saya.


Saya masih harus lama di resto itu. Maka saya order caesar salad. Tanpa daging ayam. Porsinya ternyata kecil. Tapi enak. Singkong rebus pun saya geser untuk menu makan malam.
Sanur berubah total. Maksud saya: kompleks Bali Beach sudah berwajah baru. Kolam renang di antara resto dan pantai itu sudah diperbesar dan diperindah. Saya suka dengan penataan baru kawasan ini.


Posisi gerbang masuknya masih sama, tapi bentuk gerbangnya sudah baru. Bagus. Lapangan golf di depan hotel sudah hilang. Di situ sedang dibangun rumah sakit internasional. Saya lihat alat-alat berat masih bekerja. Semoga Jokowi masih sempat meresmikannya.


Makan salad selesai. Patung Yesus selesai. Debat Capres Amerika selesai. Kamar belum selesai.
Ke mana? Jalan-jalan ke pantai masih panas. Duduk terus bisa ngantuk. Saya pun ingin melihat lantai tiga Hotel Bali Beach: apakah kamar 327 masih ada.


Saya pernah dua kali masuk ke kamar itu. Dewi Nyai Roro Kidul selalu bermalam di situ. Sejak Anda belum lahir. Sampai entah kapan dia tidak mau lagi.

BACA JUGA:Sejumlah Rumah Warga di Kumpeh Ulu Retak Akibat Aktivitas Seismik Sumur PPS-X25

BACA JUGA:BKKBN: Makan Bergizi Gratis Tingkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat


Seorang staf mengantar saya ke lantai tiga. Kamar 327 itu sudah berubah menjadi kamar 2231. Eksteriornya juga sudah berubah. Tapi dalamnya masih sama: lukisan-lukisan Nyai Roro Kidul, dupa, foto Bung Karno.
Kamar-kamar Bali Beach dirombak habis. Hotel yang dibangun dengan dana rampasan perang dari Jepang ini dipermodern. Dua kamar lama dijadikan satu. Lebih besar. Lebih mewah.


Saya juga ditawari naik ke lantai 11. Berarti ke rooftop-nya. Kini di rooftop itu sedang dibangun restoran besar. Masih berantakan. Belum selesai.
Tidak ada lagi yang masih bisa dilihat. Saya pun ingat: cottage-cottage di Bali Beach sekarang jadi apa. Saya diantar ke sana. Belum dirombak. Masih seperti yang lama. Mungkin menunggu tahap berikutnya.


Di salah satu cottage di situ, saya ingat, juga ditempati Nyai Roro Kidul. Yakni cottage Nomor 2401. Saya minta diantar ke situ. Pakai mobil golf. Saya dibekali kunci.
Gagal masuk.


Kuncinya tidak bisa membuka. Tiga orang bergantian mencoba membukanya. Tetap tidak mau terbuka. Ya....sudah. Saya kan sudah pernah ke situ. Dua-tiga kali.
"Dalamnya masih sama," ujar salah seorang staf.


Akhirnya kamar saya siap. Di The Meru. Tidak dapat yang menghadap kolam renang. Atau pantai. Saya dapat kamar yang menghadap hotel Bali Beach.
Tidak masalah.


Tidak ada satu pun yang bisa dicela dari kamar ini. Bagus. Sesuai dengan tarifnya: Rp 4 juta per malam.
Malam pun kian malam. Sudah waktunya memilih komentar para perusuh. Waktunya pula menulis untuk Disway.
Saya pun turun dari kamar. Ke kolam renang. Saya duduk di kursi jemur di pinggir kolam: memilih komentar pilihan.
Untung tidak banyak paha dan dada di malam itu. Bisa sepenuhnya membaca seluruh komentar lengkap dengan tersenyum-tersenyumnya.

Tag
Share