Psikolog kemukakan faktor-faktor pemicu fenomena Efek Lipstik

Arsip Foto - Seorang warga melihat barang-barang di situs belanja online di Palangka Raya, Kalimantan Tengah.-ANTARA FOTO/Auliya Rahman/nym/aa-

JAKARTA - Psikolog klinis lulusan Universitas Indonesia Ratih Ibrahim mengemukakan faktor-faktor pemicu munculnya fenomena Efek Lipstik, yang terjadi ketika konsumen menghabiskan uang untuk kesenangan kecil seperti membeli lipstik premium meski kondisi ekonomi sedang turun dan mereka hanya punya sedikit uang.

Dia menyampaikan bahwa munculnya fenomena Efek Lipstik dipengaruhi oleh faktor ekonomi, emosional, dan sosial budaya.

"Tiga aspek tadi tuh saling berkaitan. Justru karena ngerasa, 'aduh kok susah banget ya hidup ya', gitu, 'Mumpung masih ada duit seneng-senengin diri gue', biar dipuji aja, itu possible (mungkin)," kata Ratih.

Menurut dia, membeli barang mewah dengan harga yang lebih terjangkau atau pada saat diskon juga termasuk dalam kategori pembelian emosional.BACA JUGA:7 Arti Mimpi Potong Rambut, Pertanda Baik atau Buruk?

BACA JUGA:Kenalan dengan Produk dan Teknologi Terkini di IMOS 2024

BACA JUGA:Serukan Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan

Pada masa sekarang, keputusan untuk membeli barang mewah kecil dalam kondisi sulit antara lain dipengaruhi oleh konten para pemengaruh yang memperlihatkan gaya hidup mewah bahkan ketika keadaan ekonomi sedang tidak baik.

Ratih, yang menjabat sebagai Direktur Personal Growth, mengemukakan bahwa memenuhi hasrat untuk membeli barang mewah bisa jadi merupakan manifestasi dari penolakan terhadap realitas kehidupan.

"Bukan hanya in denial (dalam penolakan), dia dalam in denial-nya itu dia membangun illusion of control (ilusi kendali), bahwa 'saya punya kendali loh terhadap hidup saya," katanya.

"Tapi itu ilusi. Artinya, realitanya sebetulnya enggak, tapi dia lagi bohongin dirinya aja. Ini bagian dari in denial," ia menjelaskan.

BACA JUGA:Semarak MTQ Kota Jambi, Pawai Ta'ruf MTQ Ke 54, Pj Walikota Tekankan Peningkatan Ekonomi

BACA JUGA:Jackie Chan Kembali: Petualangan Menggemaskan di Panda Plan


Ratih mengatakan, kondisi yang demikian lama-lama dikhawatirkan dapat menimbulkan masalah kesehatan mental.

"Karena ini pelarian, in denial terhadap kondisi realitanya, berpengaruh pada kesehatan mentalnya," katanya.

"Karena, begitu kamu lari, ketika kamu harus berhadapan sama realita, itu realitanya memukul dirimu sangat buruk. Susah," katanya.

Oleh karena itu, penting untuk segera menyadari kebiasaan membeli barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu diperlukan serta berusaha untuk menghentikannya.

BACA JUGA:Catat! BPJS Kesehatan Perkenalkan Skema Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) Mulai Juli 2025

BACA JUGA:7 Arti Mimpi Potong Rambut, Pertanda Baik atau Buruk?

Guna menahan hasrat membeli barang untuk pelarian serta menghindari perilaku konsumtif yang dapat menjerumuskan diri ke jebakan utang, Ratih mengatakan, sebaiknya menetapkan kebijakan anggaran belanja ketat dan menghindari melihat-lihat aplikasi belanja. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan