Komisi II DPR Maklumi Kebijakan Efisiensi Anggaran

--

Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengatakan pihaknya memaklumi kebijakan efisiensi anggaran belanja kementerian/lembaga sebagaimana yang diinstruksikan oleh Presiden RI Prabowo Subianto melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.

 

"Jadi kami memaklumi, memahami langkah-langkah yang dilakukan pemerintah dalam hal ini adalah Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan efisiensi anggaran," kata Rifqinizamy saat memimpin Rapat Kerja Komisi II DPR RI bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/2).

 

Sebab, kata dia, bangsa Indonesia saat ini tengah menghadapi kondisi ekonomi yang tak mudah sekaligus potensi krisis. Hal itu, tampak dari rupiah yang melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada hari ini.

 

"Rupiah kita Rp16.466 per dolar AS, yang kita kalau pakai indikator ekonomi makro kira-kira kalau sampai nanti tembus Rp16.700 kita masuk dalam kategori krisis ekonomi menurut World Bank," ujarnya.

 

Dia pun mengaku mengapresiasi sekaligus bersedih karena efisiensi anggaran Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI tahun 2025 mencapai 57,46 persen, dari Rp 4.792.328.518.000, menjadi sebesar Rp 2.038.635.518.000.

 

"Karena itu Komisi II DPR RI menunggu revisi anggaran tahun 2025 dari Kemendagri yang merupakan konsekuensi dari Inpres yang diterbitkan oleh presiden dan Surat Menteri Keuangan beberapa waktu lalu terkait efisiensi anggaran," tuturnya.

 

Di awal, Tito merinci bahwa efisiensi anggaran Kemendagri tahun 2025 mencakup 16 item di Kemendagri, yaitu alat tulis kantor sekitar 90 persen; kegiatan seremonial (56,9 persen); rapat, seminar dan sejenisnya (45 persen); kajian dan analisis (51,5 persen); diklat dan bimtek (29 persen); honor output kegiatan dan jasa profesi (40 persen); percetakan dan souvenir (75,9 persen); sewa gedung, kendaraan, peralatan (73,3 persen).

 

Kemudian, lisensi aplikasi (21,6 persen); jasa konsultasi (45,7 persen); bantuan pemerintah (16,7 persen); pemeliharaan dan perawatan (10,2 persen); perjalanan dinas (53,9 persen); peralatan dan mesin (28 persen); infrastruktur (34,3 persen); belanja lainnya (59,1 persen). (ANTARA)

 

 

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan