RI Berpeluang Dapat Manfaat, Jika Kondisi Global Tak Baik-baik Saja

Menteri PPN/Bappenas Rachmat Pambudy.-IST/JAMBI INDEPENDENT-Jambi Independent
JAKARTA - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Rachmat Pambudy menyatakan bahwa apabila dunia global sedang tidak baik-baik saja, justru Indonesia berpeluang mendapatkan manfaat.
“Pengalaman sejarah kita bahwa persoalan dunia global ini memang unik. Sejarah menunjukkan sejak kita merdeka, kalau dunia sedang susah, justru peluang ada di kita. Kalau dunia sedang baik-baik saja, justru kita mendapat kesulitan, terutama hal ini pada pertanian kita,” ujarnya dalam Rakortekrenbang Tahun 2025: Arahan Kebijakan Perencanaan Pembangunan Tahun 2026 yang diadakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) secara virtual, dikutip di Jakarta, Kamis, 13 Maret 2025.
Pada tahun 1950-1960an, ketika dunia sedang dilanda kesulitan makanan, bahan baku, barang dan jasa khususnya di bidang pertanian, keadaan Indonesia justru menunjukkan sebaliknya.
Begitu pula dengan tahun 1998, saat terjadi krisis moneter yang berkepanjangan, Indonesia tetap bisa bertahan karena ekspor pertanian dan perkebunan sangat kuat.
BACA JUGA:Kemenkeu Bantah Coretax Jadi Pemicu Melambatnya Serapan Pajak
BACA JUGA:Anggota DPR Nilai Kasus BBM Oplos Momentum Pertamina Berbenah
“Nah, sekarang situasinya juga tidak mudah, tetapi kalau kita siap seharusnya kita juga akan bisa mengatasi persoalan ini. Karena itu, kami bersama Kementerian Perdagangan, bersama kementerian lain, terutama bersama Kementerian Dalam Negeri, kita harus menyiapkan bersama bagaimana kita menghadapi persoalan ini,” ungkap Rachmat.
Beberapa tantangan yang dihadapi dalam skala global ialah peningkatan suhu global disertai cuaca ekstrem dan bencana akibat perubahan iklim, lalu terjadi peningkatan proteksionisme yang mendorong ketidakpastian terhadap perdagangan global, lalu disrupsi teknologi yang akan menggantikan sekitar 40 persen pekerjaan saat ini.
Kemudian juga eskalasi geopolitik dan geo-ekonomi yang memunculkan fragmentasi dan kekuatan baru, serta, peningkatan penduduk dunia hingga 9,7 miliar dengan porsi lansia 55 persen di Asia pada tahun 2050.
Di Indonesia sendiri, masalah pembangunan yang ada yaitu rendahnya skor PISA (Programme for International Student Assessment) dibandingkan negara-negara Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) dengan capaian rata-rata membaca 359, matematika 366, dan sains 383.
Selanjutnya adalah kualitas sumber daya manusia Indonesia masih relatif rendah yang hanya 0,54 per tahun 2020, jauh di bawah Singapura sebesar 0,88.
Angka stunting juga masih termasuk kategori tinggi yang mencapai 21,5 persen, angka kematian ibu 189 per 100 ribu kelahiran, dan angka kematian bayi 16,85 per 1.000 kelahiran.
Begitu pula dengan kondisi ekonomi Indonesia yang masih terjebak dalam pendapatan kelas menengah selama 30 tahun dan pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan selama 20 tahun terakhir.
“Karena itu, kita harus membenahi dan ini menjadi tanggung jawab kita bersama dan bagaimana kita merencanakan supaya persoalan-persoalan mendasar ini bisa kita atasi dengan sebaik-baiknya,” kata Kepala Bappenas. (*)