Joko Anwar Harap "Pengepungan di Bukit Duri" Jadi Pemantik Diskusi Sosial Masyarakat

Sutradara Joko Anwar menyampaikan keterangan pers pada pemutaran film "Pengepungan di Bukit Duri" yang digelar di Jakarta.-ANTARA/Adimas Raditya-
JAKARTA - Sutradara kenamaan Joko Anwar kembali hadir dengan karya terbaru berjudul Pengepungan di Bukit Duri, sebuah film yang tak hanya menghadirkan ketegangan, tetapi juga membawa pesan sosial yang kuat.
Dalam pemutaran yang berlangsung di Jakarta, Joko menyatakan harapannya agar film ini dapat menjadi bahan refleksi dan diskusi publik tentang kondisi sosial di Indonesia.
“Maaf kalau saya bilang filmnya tidak menghibur, tapi gampang untuk diikuti. Sehingga apa yang coba kita sampaikan, memantik percakapan tadi bisa sampai ke banyak orang,” ujar Joko.
Film ini menggambarkan sebuah masa depan Indonesia dua tahun dari sekarang—bukan sepenuhnya fiksi, melainkan proyeksi dari realita sosial yang tengah terjadi saat ini.
BACA JUGA:Resep Beef Teriyaki Homemade yang Lezat ala Jepang
BACA JUGA:YPJ Menang Kasasi, MA Batalkan Status Badan Hukum TPBJ dan YPJ 77
Dengan narasi yang tajam, Joko Anwar mencoba menyentil kebiasaan masyarakat Indonesia yang kerap menghindari percakapan penting, terutama yang berkaitan dengan trauma, kekerasan, dan ketimpangan sosial.
“Kalau kita tidak berubah, kalau kita terus menghindari percakapan penting, maka kita sedang menuju ke sana. Luka itu tidak akan hilang hanya dengan dilupakan,” tambahnya.
Melalui Pengepungan di Bukit Duri, Joko tidak bermaksud menggurui. Ia menghadirkan film ini sebagai cermin—pantulan dari realitas yang sering dihindari: pendidikan yang tidak merata, kekerasan yang meresap dalam keseharian, dan intoleransi yang masih mengakar di negara yang menjunjung tinggi keberagaman.
“Kita menganggap diri kita religious, tapi korupsi merajalela. Kita merasa ramah, tapi tidak ramah terhadap perbedaan. Kita menciptakan citra tentang diri kita untuk menutupi realita. Ini yang perlu dibongkar,” tegas Joko.
BACA JUGA:4 Pengobatan Alami untuk Otot Tegang dan Nyeri
BACA JUGA:Red Sparks Kenang Megawati, Pemain Paling Cerdas yang Pernah Ada
Sutradara yang dikenal lewat film-film dengan muatan kritik sosial ini berharap penonton tidak hanya sekadar menikmati narasi, tetapi juga ikut merenung dan berdialog mengenai arah bangsa dan nasib generasi mendatang.
“Film ini menjadi semacam alarm, pengingat bahwa tanpa kesadaran bersama, kita bisa tergelincir ke dalam masa depan yang suram,” tutupnya.
Pengepungan di Bukit Duri diharapkan mampu menggugah kesadaran kolektif serta membuka ruang diskusi yang lebih luas tentang wajah sosial Indonesia hari ini. (*)