Institut Islam Ma'arif Hadirkan 3 Saksi Di Sidang Kasus Perselisihan Gaji Dosen

Ketiga saksi yang dihadirkan Institut Islam Ma’arif.-Ist/Jambi Independent-Jambi Independent j
JAMBI - Pengadilan Negeri Jambi PHI (Perselisihan Hubungan Industrial), kembali menggelar sidang kasus Perselisihan upah antara pihak Institut Islam Ma'arif sebagai tergugat dan dua dosen yakni Sukri Nasution, MM dan Dr. Alfia Apriani, M.E.Sy, Selasa 22 Juli 2025.
Sidang dengan no perkara 7/Pdt.Sus-PHI/2025/PN Jmb ini menghadirkan tiga saksi dari pihak tergugat Institut Islam Ma'arif.
Adapun saksi yang dihadirkan oleh pihak tergugat yakni Indrawati,MPd sebagai Wakil Rektor, Maisita S,Pd sebagai staf keuangan Yayasan dan Sri Rahayu S.Ag sebagai Mantan Bendahara Ma'arif.
Dalam sidang, pengacara dari pihak penggugat menanyakan mengenai pengelolaan rekening Kampus yang dikelola dan dipegang langsung oleh pihak Yayasan.
BACA JUGA:Imbau Orang Tua Awasi Anak, Cegah Balap Liar di Tanjab Timur
BACA JUGA:Pria di Sungai Penuh Ditangkap, Edarkan Sabu yang Didapat dari Narapidana
"Rekening kampus untuk pembiayaan kegiatan. Yang mengelola yayasan,"ujar saksi
A. Ihsan Hasibuan, Pengacara Institut Islam Ma'arif yang ditemui seusai sidang menjelaskan bahwa tergugat tidak bisa meminta gaji dosen sesuai Upah Minimum Regional (UMR) Jambi.
"Mereka itu dosen yang honornya dibayarkan sesuai dengan SKS nya bukan berdasarkan jam mengajar seperti guru. Mereka juga tidak bisa menuntut honor yang diterima sesuai UMR karena inikan Yayasan,bukan perusahaan. Ketua yayasan bukan pengusaha jangan disamakan dengan perusahaan. Yayasan itu lembaga sosial. Bekerja di yayasan ada juga ibadahnya. Ini juga perlu diluruskan pembayaran honor ya bukan gaji,"bebernya.
Sementara mengenai adanya pemotongan honor Rp 1.200.000 menjadi Rp 200.000 itu, Ihsan menyatakan hal tersebut dilakukan oleh tergugat karena pihak penggugat yang sudah mendapatkan gaji yang lebih besar dari sertifikasi dosen.
"Uang sertifikasi dosen yang mereka dapatkan itukan lebih besar dari honor dari yayasan. Jadi, yayasan memutuskan untuk memotongnya menjadi Rp 200ribu per bulan,"bebernya.
Tergugat juga mengatakan bahwa honor yang diterima Rp 200ribu itu hanya wajib untuk 7 SKS. Jika lebih maka akan dibayar lebih. "Jika ada kegiatan lain dapat lagi honornya, jika ada kompre dapat lagi honor, jika mendampingi mahasiswa dapat honor lagi, ada KKN dapat honor lagi,"bebernya.
Sementara itu,Alfia Apriani, dosen penggugat yang ditemui usai sidang menyangkal beberapa hal yang disampaikan oleh saksi di sidang. "Masyaallah banyak bohongnya,"ujarnya.
Beberapa hal yang dinyatakannya tidak benar menurut Alfia seperti pernyataan dari saksi Maisita
"Ketika ditanya pengacara saya tentang apa hubungan operator kampus dengan ketua yayasan, dia jawab tidak tahu. Padahal hubungannya menantu dan mertua. Mustahil dia tidak tahu karena sudah lama bekerja di sana,"ujarnya. (Viz/zen)