MUI Soroti Dampak Negatif Sound Horeg

KONTROVERSI: Sound Horeg dinilai memberikan dampak negative dan meresahkan masyarakat.-IST/JAMBI INDEPENDENT-Jambi Independent
JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara tegas menyuarakan keprihatinan mendalamnya terkait fenomena sound horeg yang semakin meresahkan masyarakat.
Pernyataan ini muncul setelah banyaknya laporan mengenai kerusakan fisik, gangguan kesehatan, dan kebisingan berlebihan yang ditimbulkan oleh sistem tata suara berkekuatan tinggi ini, terutama di acara-acara publik.
Fenomena sound horeg yang merujuk pada penggunaan sistem audio dengan volume sangat tinggi dan dentuman bass ekstrem, seringkali dijumpai dalam acara pawai, karnaval, atau hajatan.
Meskipun bertujuan memeriahkan suasana, dampak negatifnya kini menjadi sorotan serius.
BACA JUGA:Sebelas Duabelas
BACA JUGA:Menunggu Hasil Autopsi Kematian Arya Daru
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Prof KH Asrorun Ni'am Sholeh, dalam keterangannya di Jakarta, menyatakan bahwa pihaknya menerima banyak aduan dari masyarakat mengenai dampak destruktif sound horeg.
"Berdampak kepada kerusakan lingkungan, kita bisa lihat ada rumah yang rusak, kaca yang pecah karena getaran suara yang begitu dahsyat. Ditambah lagi, umumnya kegiatan tersebut disertai dengan hal-hal yang bersifat destruktif," ucap Asrorun, Minggu (27/7).
Melihat urgensi masalah ini, MUI mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk segera mengambil tindakan konkret dan tegas.
KH Asrorun Ni'am Sholeh menyerukan agar regulasi terkait ambang batas kebisingan dan penggunaan sistem audio di ruang publik segera ditegakkan.
“Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah untuk membangun harmoni di tengah masyarakat dan mencegah seluruh aktivitas yang bisa merusak harmoni dan juga merusak kenyamanan dan juga ketertiban umum," ungkap Asrorun.
"Jangan ini dibiarkan hanya karena persoalan ekonomi, sementara ada kelompok masyarakat besar yang dirugikan," sambungnya.
MUI juga mengimbau masyarakat untuk lebih peka terhadap lingkungan sekitar dan tidak mengedepankan euforia sesaat yang justru merugikan banyak pihak.
"Dalam Islam, kita diajarkan untuk tidak melakukan hal-hal yang dapat menimbulkan kemudaratan bagi orang lain. Memeriahkan acara boleh, tapi jangan sampai merusak dan mengganggu kenyamanan sesama," kata KH Asrorun Ni'am Sholeh.