Mandalika di Persimpangan Strategis MotoGP 2025

Foto udara lintasan Mandalika International Street Circuit di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Pujut, Praya, Lombok Tengah, NTB, Rabu (11/5/2022). Mandalika Grand Prix Association (MGPA) akan menggelar "Mandalika Track Day" di Pertamina Mandalika C-ANTARA FOTO-Jambi Independent

MATARAM - Sirkuit Pertamina Mandalika kembali menjadi sorotan dunia. Ajang MotoGP Indonesia yang akan berlangsung pada 3–5 Oktober 2025, bukan hanya sekadar pesta olahraga motor kelas dunia, melainkan juga pertaruhan reputasi Indonesia di kancah global.

Lombok, dengan segala pesona alam dan budayanya, akan menjadi panggung internasional. Namun di balik gegap gempita balapan, ada sederet pekerjaan rumah yang tidak boleh diabaikan.

Persiapan teknis di lintasan disebut sudah mencapai 99 persen. Pit line, paddock, lintasan, dan perangkat elektronik balapan siap menyambut para pembalap.

BACA JUGA:Pemerintah Tangani Kawasan Industri dengan Tingkat Pencemaran Tinggi

BACA JUGA:Menaker Bidik 1 Juta Tenaga Kerja Terserap di Sektor Kehutanan

Namun, kesiapan infrastruktur hanyalah satu sisi. Tantangan yang jauh lebih krusial justru berada di luar lintasan yakni keterlibatan masyarakat lokal, kesiapan transportasi, promosi tiket, dan keamanan sosial-politik daerah.

Tidak bisa dipungkiri, rangkaian aksi unjuk rasa dan kerusuhan yang sempat mengguncang NTB beberapa pekan terakhir menjadi catatan serius. Dunia menilai bukan hanya kualitas balapan, tetapi juga stabilitas sosial di daerah tuan rumah.

Kerusuhan yang berujung pada pembakaran gedung DPRD NTB adalah alarm keras bahwa pemerintah daerah dan aparat keamanan harus mengedepankan pendekatan persuasif dan dialogis, bukan sekadar represif. MotoGP hanya akan sukses bila masyarakat merasa aman, turis merasa nyaman, dan citra Indonesia tetap terjaga.

Solusinya jelas yakni pemerintah provinsi, kabupaten, hingga aparat keamanan harus membuka kanal komunikasi publik yang lebih intensif. Transparansi kebijakan, ruang partisipasi warga, serta edukasi publik tentang manfaat MotoGP bagi ekonomi daerah akan mencegah gesekan sosial yang tidak perlu.

MotoGP harus dipahami sebagai milik bersama, bukan sekadar acara elitis yang hanya menguntungkan segelintir pihak.

Tiket dan daya tarik penonton

Fakta lain yang patut dicermati adalah progres penjualan tiket yang baru mencapai 30 persen satu bulan sebelum balapan. Target 121 ribu penonton jelas belum aman. Di sisi lain, ancaman kompetisi dari F1 Singapura yang digelar pada waktu berdekatan bisa memecah pasar penonton Asia Tenggara.

Solusinya adalah strategi promosi yang lebih kreatif. Branding NTB harus nyata dan menonjol di arena MotoGP. Kampanye “Visit Lombok-Sumbawa” atau “Explore Mandalika” harus hadir di billboard, media sosial, hingga kolaborasi dengan influencer global.

Pemerintah daerah bersama penyelenggara perlu menambahkan “value for money” bagi penonton seperti halnya festival budaya, konser musik, kuliner lokal, hingga atraksi wisata yang membuat pengunjung betah lebih lama.

MotoGP bukan hanya menjual balapan, tetapi juga menjual pengalaman lengkap. Inilah saatnya NTB membuktikan diri sebagai sport tourism destination kelas dunia.

UMKM dan perekonomian lokal

Ajang sebesar MotoGP akan sia-sia bila masyarakat lokal tidak merasakan dampak ekonomi nyata. Data tahun 2024 menunjukkan, UMKM di sekitar Mandalika mampu mencatat kenaikan pendapatan hingga 100 persen selama gelaran berlangsung. Tahun ini, peluang itu harus diperluas.

Namun, relokasi pedagang dan pengaturan zona UMKM kerap menimbulkan resistensi. Sebagian pelaku usaha merasa tersisih dari lokasi strategis. Di sinilah pentingnya perencanaan inklusif.

ITDC dan MGPA harus memastikan lokasi UMKM mudah diakses penonton, memiliki fasilitas memadai, dan tetap memberi ruang bagi masyarakat sekitar. UMKM bukan sekadar pelengkap, tetapi wajah kultural yang memperkuat identitas Mandalika di mata dunia.

Hosting fee

Satu isu lain yang terus bergulir adalah soal hosting fee. Pemerintah daerah menegaskan tidak memiliki anggaran untuk membayar biaya besar ini. Tentu benar, beban utama adalah tanggung jawab pemerintah pusat melalui BUMN terkait.

Namun, daripada berlarut dalam polemik, seharusnya daerah mengoptimalkan kontribusi non-finansial berupa promosi, penyediaan fasilitas pendukung, dan dukungan logistik.

MotoGP adalah proyek nation branding. Ia bukan sekadar ajang olahraga, melainkan etalase Indonesia. Karena itu, pembiayaan utama memang harus ditanggung negara, sementara daerah menjadi mitra aktif yang memastikan manfaat ekonomi mengalir ke masyarakat.

Mandalika sebagai cermin Bangsa

Mandalika hari ini bukan hanya arena balap, tetapi juga cermin bangsa. Apakah kita siap menunjukkan bahwa Indonesia mampu menggelar event dunia dengan standar tinggi, melibatkan rakyat, menjaga stabilitas, sekaligus memetik manfaat ekonomi?

Jawabannya terletak pada sinergi semua pihak. Pemerintah pusat, daerah, penyelenggara, dan masyarakat harus bergerak dalam satu visi yakni menjadikan MotoGP 2025 bukan sekadar tontonan, tetapi momentum untuk mengangkat martabat Indonesia.

Ajang ini hanya berlangsung tiga hari, tetapi dampaknya bisa berumur panjang. Bila dikelola dengan baik, MotoGP bisa menjadi ikon NTB dan Indonesia sebagai destinasi sport tourism dunia. Namun, bila dibiarkan sekadar sebagai event seremonial, ia hanya akan lewat seperti angin.

Mandalika berada di persimpangan strategis. Jalan mana yang kita pilih akan menentukan warisan apa yang akan kita tinggalkan. MotoGP 2025 adalah ujian, dan bangsa ini tidak boleh gagal.

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan