BGN Akui Minimnya Kepatuhan, Baru 1,97 Persen Dapur MBG Kantongi Sertifikat Higiene

Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang.-Antara/Jambi Independent-Jambi Independent
JAKARTA - Badan Gizi Nasional (BGN) mengungkapkan bahwa dari total 10.012 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang beroperasi dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG), hanya 198 unit yang telah mengantongi Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) hingga 30 September 2025.
Artinya, baru 1,97 persen dapur yang memenuhi standar kebersihan dan sanitasi.
Data ini disampaikan langsung oleh Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, di tengah meningkatnya perhatian publik terhadap kasus keracunan massal yang menimpa ribuan penerima manfaat program MBG.
“Hingga akhir September 2025, tercatat 198 SPPG yang telah memiliki SLHS. Rinciannya, Wilayah I sebanyak 102 dapur, Wilayah II ada 35, dan Wilayah III sebanyak 61 dapur,” ujar Nanik dalam keterangannya di Jakarta, Kamis 2 Oktober 2025.
BACA JUGA:Program Cetak Sawah Terkendala Lahan
BACA JUGA:Deretan Film Bioskop Rilis Oktober 2025: Horor, Drama, hingga Remake Legendaris
Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, dalam keterangannya, merinci bahwa 198 SPPG yang bersertifikat tersebut tersebar di Wilayah I (102 SPPG), Wilayah II (35 SPPG), dan Wilayah III (61 SPPG).
"Kami mendorong SPPG yang sudah operasional agar segera mengurus penerbitan SLHS hingga Oktober 2025. Ini menyangkut keamanan pangan dan perlindungan penerima manfaat, sehingga harus diprioritaskan. Kami juga terus memonitor perkembangan sertifikasi SPPG setiap hari," ujar Nanik.
Sebelumnya, kewajiban memiliki SLHS sempat menjadi sorotan setelah Kepala Staf Kepresidenan (KSP) sempat menyebutkan hanya puluhan dapur saja yang bersertifikat dari ribuan yang ada.
Kasus keracunan massal yang terus berulang memaksa pemerintah menjadikan SLHS, yang diterbitkan oleh Dinas Kesehatan setempat, sebagai syarat mutlak dan wajib hukumnya bagi setiap SPPG untuk beroperasi.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) bahkan menargetkan agar seluruh dapur MBG dapat menyelesaikan proses kepemilikan SLHS dalam hitungan minggu untuk menjamin keamanan pangan.
BGN menyadari urgensi kepemilikan sertifikat ini yang merupakan kunci untuk memastikan pengolahan makanan dilakukan dengan tepat dan untuk mencegah risiko keracunan.
"Kami mendorong SPPG yang sudah operasional agar segera mengurus penerbitan SLHS hingga Oktober 2025. Ini menyangkut keamanan pangan dan perlindungan penerima manfaat, sehingga harus diprioritaskan," tegas Wakil Kepala BGN.
Pemerintah Daerah bersama Kementerian Kesehatan juga diwajibkan untuk memfasilitasi percepatan penerbitan SLHS.
Sementara itu, SPPG yang ditemukan bermasalah dan tidak menjalankan Standar Operasional Prosedur (SOP) dengan benar telah dinonaktifkan sementara.
BGN sebelumnya mencatat sudah menonaktifkan puluhan SPPG terkait kasus keracunan yang berulang.
Kasus keracunan ini telah memicu desakan dari berbagai pihak, termasuk Komisi IX DPR, yang mendesak agar penambahan dapur baru MBG dihentikan sementara sampai persoalan SLHS ini benar-benar tuntas.
Mereka juga meminta pemerintah untuk mengutamakan kualitas dan keselamatan penerima manfaat di atas kepentingan pencapaian target angka kuantitas dapur. (*)