Apa itu Etanol di BBM? Pro dan Kontra Dampak pada Mesin pada Kendaraan Pribadi Tidak Kompatibel

Pemerintah menargetkan implementasi mandatori etanol 10 persen atau E10 ke dalam BBM nasional.-ist-
JAKARTA - Etanol dalam BBM adalah bagian dari transformasi menuju energi yang lebih hijau. Namun, tanpa sosialisasi yang memadai dan jaminan teknis dari pihak terkait, kebijakan ini berisiko menimbulkan ketidakpercayaan publik dan hambatan di lapangan.
Perdebatan masyarakat pun menjadi cermin penting agar kebijakan energi tidak hanya berorientasi lingkungan, tapi juga adaptif terhadap realitas konsumen.
Meski bertujuan mengurangi emisi karbon dan impor bahan bakar fosil, sebagian pihak khawatir terhadap dampak jangka panjang pada kendaraan dan mutu BBM itu sendiri.
Langkah ini disetujui Presiden Prabowo Subianto usai rapat bersama Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, pada Senin malam (6/10).
Pemerintah menargetkan implementasi mandatori etanol 10 persen atau E10 ke dalam BBM nasional.
BACA JUGA:PPPK Paruh Waktu Tetap Wajib Penuhi Jam Kerja ASN, 37,5 Jam per Minggu
BACA JUGA:Meyden Buka Suara Soal Isu Hamil Duluan, Tegaskan Nikah 3 Agustus dan Masih Tunda Momongan
“Presiden telah menyetujui rencana mandatori E10 untuk menekan ketergantungan impor dan mendorong energi ramah lingkungan,” ujar Bahlil di Jakarta.
Namun, tak semua pihak antusias. SPBU swasta seperti BP dan Vivo memilih menghentikan pembelian Base Fuel Pertamina karena kandungan etanol 3,5 persen dinilai tidak sesuai spesifikasi teknis mereka.
Sejumlah masyarakat menyambut baik kebijakan ini sebagai bentuk transisi menuju energi bersih. Mereka menilai etanol sebagai bahan bakar nabati yang dapat membantu mengurangi polusi udara dan ketergantungan terhadap energi fosil.
Namun di sisi lain, pengguna kendaraan pribadi—terutama pemilik motor dan mobil keluaran lama—mengkhawatirkan efek buruk etanol pada mesin.
BACA JUGA:Capaian Pengobatan TBC di Jambi Naik, Dinkes Ungkapkan Langkah Pencegahan
“Etanol memang ramah lingkungan, tapi kalau bikin mesin cepat rusak, ya malah boros juga ujung-ujungnya,” kata Arif, seorang pengemudi ojek online di Jakarta.