Kuasa Hukum Wendy: IUP-P PT PAL Tidak Bodong

Suasana sidang yang menjerat eks Dirut PT PAL.-Qudsiah Ainun Nisa/Jambi Independent-Jambi Independent
JAMBI – Kuasa hukum Wendy Haryanto, terdakwa kasus dugaan korupsi kredit investasi dan modal kerja PT Prosympac Agro Lestari (PAL), menegaskan bahwa Izin Usaha Perkebunan untuk Pengolahan (IUP-P) kelapa sawit yang dimiliki perusahaan tersebut bukan izin bodong.
Pernyataan itu disampaikan oleh kuasa hukum Wendy, Roni Sianturi, sebagai tanggapan atas pemberitaan di salah satu media yang menyebut bahwa mantan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Muaro Jambi, Muhammad Nazman Effendi, mengatakan izin tersebut bodong dalam sidang pada Kamis (2/10).
“Apa arti bodong itu? Palsu atau ilegal. Kalau palsu atau ilegal, tidak mungkin lolos pencairan kredit ke BNI,” kata Roni di sela-sela persidangan.
Dalam sidang untuk terdakwa Viktor Gunawan (Direktur Utama PT PAL) dan Rais Gunawan (Senior Relationship Manager Sentra Kredit Menengah BNI KC Palembang) pada Kamis pagi itu, Nazman yang merupakan Kadis Kehutanan dan Perkebunan Muaro Jambi tahun 2014 berstatus saksi.
BACA JUGA:Unja Resmikan Graha Singedekane dan Graha Kemas Mohamad Saleh
BACA JUGA:Ditjen Imigrasi Tindak 196 WNA Langgar Aturan Keimigrasian
Selain Nazman, ada tujuh orang lain yang menjadi saksi, sau di antaranya Edi Irianto yang pada tahun 2014 adalah staf PT PAL. Sementara saksi-saksi lainnya adalah Slamet Harianto, Taufik Hidayat, Harmini, Lalan Suherman, Suroso, Joko Sutarno.
Ia menjelaskan, pengurusan IUP-P kelapa sawit PT PAL pada tahun 2014–2015 saat itu masih berproses dalam pemenuhan kelengkapan berkas persyaratan.
“Ada berkas-berkas yang belum terpenuhi, dan itu terus berjalan untuk dilengkapi,” ujarnya.
Roni menyebut, dalam sidang pada Kamis sore untuk terdakwa Wendy, Nazman yang masih bersaksi kemudian menyatakan bahwa IUP-P itu bukan bodong.
"Akhirnya dia (Nazman) meralat soal kata bodong itu," katanya.
Sementara dalam pemberitaan sebelumnya, Nazman yang saat itu menjabat Kadis Kehutanan dan Perkebunan Muaro Jambi tahun 2014 menjelaskan bahwa memang ada pengajuan izin pembangunan pabrik kelapa sawit oleh PT PAL pada Maret 2014.
“Suratnya terkait permohonan untuk mendapatkan IUP-P kelapa sawit PT PAL,” kata Nazman di hadapan majelis hakim.
Ia menuturkan, izin tersebut mencakup izin budidaya perkebunan serta pengolahan hasil kebun. Namun, saat itu PT PAL diminta untuk bekerja sama dengan koperasi atau pihak lain karena belum memiliki lahan sendiri.
“Kerja sama itu sifatnya wajib berdasarkan Permentan Nomor 98 Tahun 2013, sebab syaratnya perusahaan harus memiliki minimal 20 persen lahan. Jika tidak, wajib bekerja sama dengan koperasi, masyarakat, kelompok tani, atau perorangan,” terang Nazman.
Sementara itu, dalam sidang lanjutan pada Rabu (8/10), kuasa hukum Wendy kembali menegaskan keabsahan izin tersebut dengan mencecar enam saksi, di antaranya Erly dari PT Bina Sawit, Hariyanto dari PT KTN, Muhammad Zuharman (Kepala DPMPTSP Kabupaten Muaro Jambi), serta pengurus koperasi KUD Karya Maju, KUD Makarti, dan KUD Manggar Jaya.
Roni Sianturi, mencecar Zurahman selaku Kepala DPMPTSP soal Izin Usaha Perkebunan untuk Pengolahan (IUP-P) kelapa sawit PT PAL yang diterbitkan pada tahun 2015, apakah sah atau tidak.
"Ada. IUP itu asli dan sah," jawab Zurahman.
Namun, ia juga mengaku sempat menerima informasi dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan bahwa izin tersebut kemudian dinyatakan tidak sah.
“Tahunya saat meminta pertimbangan dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Muaro Jambi,” ujarnya.
Kuasa hukum juga bertanya terkait kewajiban penjualan Tandan Buah Segar (TBS) sawit kepada saksi Nurhadi selaku pengurus KUD Karya Maju.
"Bebas menjual kepada perusahaan mana. Karena PT BGR kurang menjanjikan, maka boleh menjual ke PT PAL," ujar Nurhadi.
Nurhadi lalu dicecar soal kedekatan kelompok tani dengan perusahaan kelapa sawit.
"Sebagian ke PT PAL, sebab dapat keuntungan dari penjualan Ada juga yang dekat dengan perusahaan lain," katanya.
Pertanyaan serupa dilontarkan kuasa hukum kepada saksi Slamet, pengurus KUD Manggar Jaya. Slamet menjawab bahwa pihaknya pernah memasok TBS sawit ke PT PAL.
"Pernah. Kisaran 2017 sampai 2018 memasok ke PT PAL," ujarnya.
Sementara itu, dua saksi lain yang merupakan pembeli TBS sawit dari PT PAL, yakni Erly dan Hariyanto, membenarkan adanya transaksi jual beli dengan perusahaan tersebut.
“Komunikasi langsung dengan Pak Wendy melalui ponsel. Sistemnya kontrak, dan setiap kontrak berbeda-beda,” ungkap Erly.
Ia memastikan tidak ada tunggakan pembayaran antara perusahaan miliknya dan PT PAL.
Hal senada disampaikan oleh Hariyanto.
“Ada kontraknya. Sudah diserahkan ke penyidik. Pembelian itu dari Pak Wendy dan Pak Viktor. Tidak ada tunggakan pembayaran,” ujarnya.
Kedua berkas kontrak tersebut turut diverifikasi langsung di hadapan majelis hakim oleh para saksi dan kuasa hukum Wendy. (Enn)