Pemkab Sarolangun Gelar Entry Meeting Verifikasi Hutan Adat, Komitmen Lindungi Kearifan Lokal dan Alam
Gerry Trisatwika, Wakil Bupati Sarolangun -Ist/Jambi Independent-Jambi Independent
SAROLANGUN – Pemerintah Kabupaten Sarolangun melaksanakan kegiatan Entry Meeting Verifikasi Lapangan terhadap usulan penetapan hutan adat. Acara ini berlangsung di Ruang Pola Utama Kantor Bupati Sarolangun pada Selasa, 21 Oktober 2025, dan menjadi langkah awal yang strategis dalam proses pengakuan serta perlindungan hutan adat oleh negara.
Kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah daerah dalam menjaga hak-hak masyarakat adat serta melestarikan warisan budaya lokal yang telah diwariskan secara turun-temurun. Penetapan hutan adat juga diharapkan dapat menjadi instrumen penting dalam menjaga keseimbangan ekologi di wilayah Bumi Sepucuk Adat Serumpun Pseko.
Acara ini dihadiri oleh sejumlah pejabat penting, termasuk Wakil Bupati Sarolangun, perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI melalui Kasubdit Penetapan Hutan Adat dan Perlindungan Kearifan Lokal, serta perwakilan OPD di lingkungan Pemkab Sarolangun. Hadir pula akademisi dari Fakultas Kehutanan Universitas Jambi, tim verifikasi terpadu, KKI Warsi, KPHP Hulu Sarolangun, dan para tokoh masyarakat adat dari berbagai kecamatan.
BACA JUGA: Bupati Tebo akan Lelang Jabatan, Dilaksanakan Akhir Tahun 2025
BACA JUGA:Prabowo Sebut RI - Afrika Selatan Sepakat Percepat Kerja Sama Pertahanan
Dalam sambutannya, Wakil Bupati Sarolangun menyampaikan dukungan penuh terhadap proses penetapan hutan adat. Ia menekankan bahwa pengakuan terhadap hutan adat tidak hanya menyangkut pengelolaan kawasan, tetapi juga sebagai bentuk perlindungan terhadap nilai-nilai budaya, lingkungan, dan identitas masyarakat adat.
“Kami di Pemerintah Kabupaten Sarolangun bertekad untuk mengawal proses ini hingga selesai. Ini adalah bagian dari tanggung jawab kita dalam menjaga kelestarian alam dan kearifan lokal bagi generasi mendatang,” tegas Wakil Bupati.
Sementara itu, perwakilan KLHK menjelaskan bahwa tahapan verifikasi lapangan merupakan bagian krusial sebelum diterbitkannya penetapan resmi dari pemerintah pusat. Proses ini mencakup verifikasi dokumen administrasi, peninjauan batas wilayah adat, dan pengecekan terhadap kesesuaian dengan regulasi yang berlaku.
“Kolaborasi antar-pihak sangat dibutuhkan, baik dari pemerintah daerah, akademisi, masyarakat, maupun lembaga pendamping seperti WARSI. Prinsipnya, hutan adat harus dikelola demi kesejahteraan masyarakat, bukan sekadar kepemilikan lahan,” ujarnya.
Dukungan akademik juga ditekankan oleh Ketua Tim dari Fakultas Kehutanan Universitas Jambi, yang menyebutkan pentingnya pendekatan ilmiah seperti pemetaan partisipatif, inventarisasi potensi sumber daya alam, dan penyusunan rekomendasi teknis berdasarkan hasil kajian di lapangan.
Salah satu tokoh adat, Datuk M. Yusuf, menyambut baik langkah pemerintah dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat. Ia menyampaikan bahwa bagi masyarakat adat, hutan memiliki makna yang lebih dari sekadar ruang ekologis—hutan adalah sumber kehidupan, tempat berbudaya, dan bahkan menjadi bagian dari identitas spiritual.
“Kami sangat berterima kasih karena suara kami didengar. Hutan ini bukan hanya tempat tinggal, tapi juga bagian dari hidup kami. Kami ingin anak cucu kami kelak tetap bisa menjaganya dengan baik,” ungkap Datuk Yusuf.
Kegiatan ini menjadi fondasi penting dalam mewujudkan pengakuan resmi terhadap hutan adat di Kabupaten Sarolangun. Diharapkan, dengan keterlibatan lintas sektor, proses ini akan memberikan dampak positif baik bagi kelestarian lingkungan maupun kesejahteraan masyarakat adat yang selama ini menjadi penjaga hutan. (*/ira)