Digital First Parent: Tren Parenting Gen Z dari Google hingga TikTok

Reporter: Elisa Sakinah |

Editor: Finarman |

Sabtu , 22 Nov 2025 - 17:30

Digital First Parent: Tren Parenting Gen Z dari Google hingga TikTok--

JAMBIKORAN.COM - Orang tua Gen Z kini punya cara unik dalam menghadapi parenting.

Berbeda dari generasi sebelumnya yang biasanya bertanya pada orang tua atau kerabat, Gen Z cenderung mencari jawaban di Google, TikTok, atau forum daring terlebih dahulu.

Fenomena ini dikenal sebagai Digital First Parent, di mana referensi pertama soal pengasuhan datang dari dunia digital, bukan lingkaran keluarga.

Kecanggihan smartphone dan melimpahnya konten digital membuat Gen Z mampu belajar mandiri dengan cepat, interaktif, dan sesuai kebutuhan.

Namun, kemudahan ini juga membawa risiko: informasi yang membanjiri, tren parenting yang dangkal, hingga tekanan sosial untuk mengikuti metode yang viral.

Jejak Digital dalam Praktik Parenting

Dunia maya menjadi ruang belajar sekaligus perbandingan. Orang tua bisa menemukan video tentang tidur bayi di TikTok, membaca artikel stimulasi perkembangan anak di Google, atau membandingkan metode Montessori dan attachment parenting di forum daring.

Contohnya, seorang ibu muda mencari “cara menidurkan bayi tanpa gendong” di Google dan langsung menemukan berbagai artikel dan video yang memudahkan praktiknya.

Meski memberi banyak inspirasi, tekanan sosial digital bisa muncul. Konten viral seperti baby-led weaning (BLW) membuat orang tua merasa tertinggal jika anak mereka belum bisa makan sendiri.

Algoritma media sosial sering menyorot konten populer, bukan yang paling akurat, sehingga standar digital bisa berbeda jauh dari kondisi keluarga masing-masing.

digital first parent: tren parenting gen z dari google hingga tiktok                            jambikoran.com - orang tua gen z kini punya cara unik dalam menghadapi parenting.
berbeda dari generasi sebelumnya yang biasanya bertanya pada orang tua atau kerabat, gen z cenderung mencari jawaban di google, tiktok, atau forum daring terlebih dahulu.
fenomena ini dikenal sebagai digital first parent, di mana referensi pertama soal pengasuhan datang dari dunia digital, bukan lingkaran keluarga.
kecanggihan smartphone dan melimpahnya konten digital membuat gen z mampu belajar mandiri dengan cepat, interaktif, dan sesuai kebutuhan.
baca juga:kanti polda jambi : kuatkan akses, nyalakan tradisi literasi
baca juga:yello hotel jambi hadirkan strood fest vol 2 : street food festival and dance competition terbesar di jambi
namun, kemudahan ini juga membawa risiko: informasi yang membanjiri, tren parenting yang dangkal, hingga tekanan sosial untuk mengikuti metode yang viral.
jejak digital dalam praktik parenting
dunia maya menjadi ruang belajar sekaligus perbandingan. orang tua bisa menemukan video tentang tidur bayi di tiktok, membaca artikel stimulasi perkembangan anak di google, atau membandingkan metode montessori dan attachment parenting di forum daring.
contohnya, seorang ibu muda mencari “cara menidurkan bayi tanpa gendong” di google dan langsung menemukan berbagai artikel dan video yang memudahkan praktiknya.
baca juga:cetak sejarah! 4 kali berturut-turut kota jambi raih juara umum mtq tingkat provinsi jambi
baca juga:bahaya radiasi bagi mata meningkat, kacamata anti radiasi jadi pilihan perlindungan
meski memberi banyak inspirasi, tekanan sosial digital bisa muncul. konten viral seperti baby-led weaning (blw) membuat orang tua merasa tertinggal jika anak mereka belum bisa makan sendiri.
algoritma media sosial sering menyorot konten populer, bukan yang paling akurat, sehingga standar digital bisa berbeda jauh dari kondisi keluarga masing-masing.
mengapa gen z memilih jalur digital
alasan gen z memilih jalur digital jelas: mereka lahir di era internet dan terbiasa mengandalkan informasi daring untuk segala hal. selain itu, komunitas digital memberi rasa kebersamaan, seperti grup facebook atau telegram, tempat berbagi pengalaman dan dukungan emosional.
baca juga:penyebab mata bengkak dan cara mengatasinya berdasarkan kondisinya
baca juga:penyebab mata anak belekan dan cara mengatasinya dengan aman di rumah
namun, banjir informasi juga berisiko. self-diagnose, kekhawatiran berlebihan, dan kebingungan menghadapi berbagai metode populer kerap muncul. misalnya, orang tua bisa panik karena anak belum berjalan di usia tertentu, padahal itu masih normal.
menemukan keseimbangan digital dan realitas
kuncinya adalah keseimbangan. dunia digital bisa menjadi sumber inspirasi, tapi keputusan akhir tetap harus disesuaikan dengan karakter anak, kondisi keluarga, dan nilai-nilai rumah tangga. mengandalkan intuisi dan interaksi nyata dengan anak tetap tak tergantikan.
tips agar tidak terjebak informasi yang salah
baca juga:penyebab dan cara aman membersihkan kotoran mata agar tidak picu infeksi
baca juga:bnn provinsi jambi luncurkan inovasi digital: binar, big data narkotika dan pendaftaran tat online
1. kroscek informasi dari sumber kredibel seperti jurnal atau situs resmi kesehatan.
2. hindari self-diagnose; konsultasikan ke profesional jika perlu.
3. pilih metode sesuai nilai keluarga, bukan tren semata.
4. berani menyaring konten yang menimbulkan tekanan.
baca juga:4 makanan dengan kandungan serat melimpah, bantu pencernaan lancar sepanjang hari
baca juga:atasi mata panda, mengonsumsi 9 makanan sehat
5. prioritaskan interaksi nyata dengan anak, bukan hanya komentar online.
parenting bukan soal mengikuti tren terbaru, tetapi menciptakan ruang aman, penuh kasih, dan konsisten bagi anak.
teknologi hanyalah alat, keputusan terbesar tetap ada pada orang tua yang mengenal anak mereka lebih baik daripada algoritma mana pun. (*)