Bahlil Tegaskan Judicial Review UU MD3 Sah

Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia menjawab pertanyaan wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan.-Ist/Jambi Independent-Jambi Independent j

JAKARTA - Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa proses gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, dan DPRD (UU MD3) di Mahkamah Konstitusi merupakan bagian dari mekanisme yang berlaku dan perlu dihargai.

"Yang mengajukan kan masyarakat, dibawa ke judicial review di MK, biar saja prosesnya kita hargai ya," kata Bahlil di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis.

Bahlil menilai penyampaian aspirasi merupakan bagian dari kehidupan demokrasi dan setiap warga negara berhak melakukannya selama melalui tata cara dan aturan yang telah ditetapkan.

Terkait permohonan uji materi UU MD3 yang diajukan ke MK, dia menilai proses tersebut perlu dihormati sebagaimana mekanisme yang tersedia.

BACA JUGA:Akhir Tahun Indonesia Ditaergetkan Swasembada Beras

BACA JUGA:DJP Kantongi Rp 11,48 T dari Pengemplang Pajak

"Negara kita ini kan negara demokrasi, setiap warga negara harus dijamin apapun yang disampaikan aspirasinya, tapi sudah barang tentu harus lewat mekanisme dan tata kerja yang baik dan aturannya kan ada ya, kita tunggu saja," ucap dia.

Diketahui, Pemohon uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, dan DPRD (UU MD3) di Mahkamah Konstitusi (MK) meminta agar rakyat, dalam hal ini konstituen, bisa memberhentikan anggota DPR RI.

Permohonan itu diajukan oleh mahasiswa bernama Ikhsan Fatkhul Azis, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, Muhammad Adnan, dan Tsalis Khoirul Fatna. Mereka menguji konstitusionalitas Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3.

“Permohonan a quo yang dimohonkan oleh para pemohon tidaklah berangkat dari kebencian terhadap DPR dan partai politik, melainkan sebagai bentuk kepedulian untuk berbenah,” kata Ikhsan, sebagaimana dilansir laman resmi MK dari Jakarta, Selasa (18/11).

Pasal yang mereka uji mengatur tentang syarat pemberhentian antarwaktu anggota DPR. Salah satu syaratnya, yaitu diusulkan oleh partai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menurut para pemohon, pasal tersebut menyebabkan terjadinya pengeksklusifan terhadap partai politik untuk memberhentikan anggota DPR.

Namun, mereka memandang, partai politik dalam praktiknya selama ini seringkali memberhentikan anggota DPR tanpa alasan yang jelas dan tidak mempertimbangkan prinsip kedaulatan rakyat.

Sebaliknya, dalil mereka, ketika terdapat anggota DPR yang diminta oleh rakyat untuk diberhentikan karena tidak lagi mendapat legitimasi dari konstituen justru dipertahankan oleh partai politik.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan