Nopriansyah Dihukum Lebih Berat dari Tuntutan
Pengadilan Tipikor Palembang kembali mencuri perhatian publik saat majelis hakim membacakan putusan kasus dugaan korupsi fee proyek pokok pikiran (pokir) DPRD OKU pada Selasa (9/12/2025).--
JAMBIKORAN.COM - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang kembali menjadi sorotan publik pada Selasa (9/12/2025) ketika majelis hakim membacakan putusan perkara dugaan korupsi fee proyek pokok pikiran (pokir) DPRD Ogan Komering Ulu (OKU).
Empat terdakwa hadir mendengarkan vonis, yakni mantan Kepala Dinas PUPR OKU, Nopriansyah, serta tiga mantan anggota DPRD OKU: Umi Hartati, M Fahruddin, dan Ferlan Juliansyah.
Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Fauzi Isra SH MH itu berlangsung dengan suasana tegang. Dalam amar putusannya, majelis hakim menolak permohonan Justice Collaborator (JC) dari terdakwa Nopriansyah.
Hakim menilai permohonan tersebut tidak memenuhi unsur sebagai pemberi informasi utama yang mengungkap aktor lain dalam kasus tersebut.
Majelis hakim menegaskan bahwa peran Nopriansyah dalam perkara ini cukup besar.
Ia dinilai turut menerima aliran dana dari proyek pokir DPRD OKU dan tidak menunjukkan upaya signifikan untuk membuka keterlibatan pihak lain.
“Permohonan JC terdakwa harus dikesampingkan. Fakta persidangan menunjukkan JC tersebut hanya untuk meringankan hukuman, bukan membantu penegak hukum membongkar pihak lain,” tegas majelis hakim.
Hakim juga menyatakan bahwa Nopriansyah terbukti memenuhi seluruh unsur tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama Jaksa Penuntut Umum KPK RI.
Dalam putusan tersebut, majelis hakim menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara serta denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan kepada Nopriansyah berdasarkan Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Vonis ini lebih berat dari tuntutan JPU KPK yang sebelumnya menuntut 4 tahun 6 bulan penjara.
Sementara itu, tiga mantan anggota DPRD OKU Umi Hartati, M Fahruddin, dan Ferlan Juliansyah masing-masing dijatuhi hukuman 4 tahun 10 bulan penjara, lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta hukuman 5 tahun 6 bulan.
Menanggapi putusan tersebut, tiga terdakwa yakni Nopriansyah, Ferlan, serta Fachrudin menyatakan pikir-pikir.
Adapun Umi Hartati melalui penasihat hukumnya menyatakan menerima putusan. Dari pihak KPK, JPU juga menyatakan sikap pikir-pikir.
Kasus korupsi ini bermula dari dugaan suap sebesar Rp3,7 miliar yang mengalir kepadam Nopriansyah dan tiga anggota DPRD OKU terkait proses pengesahan RAPBD 2025 OKU.
Saat itu, pembahasan anggaran terpecah karena tarik menarik kepentingan dua kubu besar di tubuh DPRD, yakni Bertaji (Bersama Teddy–Marjito) dan YPN YESS (Yudi Purna Nugraha–Yenny Elita), yang menyebabkan kebuntuan.
Dalam dinamika tersebut, muncul usulan paket proyek pokir senilai Rp45 miliar.
Karena tidak bisa dimasukkan langsung ke dalam APBD, sejumlah pihak diduga mencari jalan dengan mekanisme pemberian fee proyek kepada para anggota DPRD.