Ayam Hainan

Disway--

KABAR baik untuk Anda: Bali masih jauh lebih menarik. Bali masih aman.
Sebelum ke Hainan saya memang sempat was-was: jangan-jangan Hainan sudah jadi ancaman serius bagi Bali.
Dalam 10 tahun terakhir promosi Hainan luar biasa: Bali-nya Tiongkok. Bahkan Hawaii-nya. Belakangan disebut juga Dubai-nya Asia Timur.
Tentu saya sudah pernah ke Hainan. Lama sekali yang lalu. Sebelum ada segala macam promosi.
Ke Hainan waktu itu yang terbayang hanya satu: 'nasi ayam hainan'. Saya hafal di mana saja 'nasi ayam Hainan' terkenal di Jakarta. Atau di Surabaya.
Saya juga seperti wajib kalau ke Singapura mampir ke ayam Hainan yang di Mandarin Oriental --pun ketika nama itu sudah berubah menjadi Hilton sekarang.
Ternyata di Hainan tidak ada restoran ayam Hainan. Saya dan Robert Lai sudah lelah keliling. Sudah 1000 hati kami datangi –tanpa ada yang tahu di mana resto ayam Hainan.
Kesimpulan saya saat itu: nasi ayam Hainan tidak ada di Hainan. Serupa dengan Soto Madura atau rumah makan Padang.
Maka saya terpana ketika datang lagi ke Hainan kali ini. Begitu masuk lobi hotel langsung disambut banner besar: nasi ayam Hainan. Buka mulai pukul 17.00. Di lantai 2. Pas untuk buka puasa.
Ini hotel bintang lima. Di kota San-ya. Kota wisata di bibir selatan pulau Hainan. Hotel ini di pantai. Tapi dibangun agak jauh dari pantai.
Antara lobi hotel dan pantai terlihat kolam renang yang meliuk-liuk. Memanjang. Memutar. Saling tersambung. Kanan kirinya pohon kelapa. Lalu ada jalan berterasiring menuju pantai.
Bangunan hotelnya hanya delapan lantai. Seperti tidak boleh melebihi tingginya pohon kelapa. Ada bangunan sayap kiri dan sayap kanan. Modelnya persis hotel bintang lima di Kuta, Bali.
Berada di hotel ini memang serasa di Bali. Bedanya: tidak ada suara debur ombak. Sunyi. Pohon-pohon kelapanya juga kurang hijau. Dan yang utama: sangat kurang sentuhan seninya.
Saya ke pantainya. Sebentar. Kurang dari lima menit. Dengan sesapuan pandangan saya sudah bisa ambil kesimpulan: terlalu berlebihan kalau disebut Hainan adalah Bali-nya Tiongkok.
Kalau toh ada kemiripan dengan Bali ada kata-kata lain yang lebih pas. "Suasananya mirip pantai di Singaraja," ujar seorang seniman Tionghoa yang juga pernah ke sana.
Saya setuju dengan deskripsi tersebut. Tidak hanya pantainya, juga suasana secara keseluruhannya. Kering spiritual.
Pulau Hainan praktis sebesar pulau Bali. Lebih bulat. Di pantai selatan ada kota San-ya. Di pantai utara ada kota yang lebih besar: Haikou –ibu kota provinsi Hainan.
Dua kota itu dihubungkan dengan jalan tol: 270 km.
Dibanding dengan kemajuan wilayah lain di daratan Tiongkok, Hainan rasanya masih ketinggalan. Upaya mengejarnya terus dilakukan. Termasuk akan menjadikan Hainan wilayah bebas bea. Atau wilayah perdagangan bebas.
Saya terbang ke San-ya dari Hongkong: 1 jam 20 menit. Saya sudah mencoba cari penerbangan lewat Hanoi atau Saigon: hanya sepelemparan pandang. Ternyata tidak ada koneksi udara.
Di media, nama San-ya bukan main besarnya. Pemilihan ratu kecantikan dunia dilaksanakan di San-ya. Beberapa kali. Pun konferensi tingkat internasional.
Maka saya memesan nasi ayam Hainan itu. Satu ekor sendirian. Seperti balas dendam 20 tahunan. Saya foto menu itu. Saya kirim ke Robert Lai yang lagi menemani istrinya di Singapura.
"Lebih enak dari yang di Singapura," komentar saya setengah memanas-manasi. Apalagi kecapnya –lebih tepatnya campuran kecapnya. Saya tidak tahu apa saja yang dicampurkan ke dalamnya. Kalau saja ada istri, dia akan langsung menebak apa saja bumbunya. Lalu mencoba menirukan sepulangnyi.
Ketika dua hari kemudian saya ke kota Haikou, juga menemukan menu itu. Juga di hotel bintang lima. Hanya beda bumbu kecapnya.
Maka saya harus koreksi tulisan lama: sudah ada nasi ayam Hainan di Hainan.(Dahlan Iskan)

Tag
Share