JAKARTA - Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, resmi mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap penetapan tersangkanya dalam kasus dugaan korupsi importasi gula tahun 2015-2016.
Melalui kuasa hukumnya, Lembong menyatakan bahwa proses penyidikan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak sesuai prosedur dan tidak didukung oleh audit kerugian negara yang nyata. Ia pun menuntut pembebasannya dari tahanan.
BACA JUGA: Pj Bupati Hadiri Rakornas Kepala Daerah di SICC Bogor
BACA JUGA:Pemkab Tebo Terima 400 Tenaga PPPK Tahun 2024, Sebanyak 256 Pelamar Tidak Memenuhi Syarat
"Kami mengklaim bahwa proses penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung bersifat sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku," ujar pengacara Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, di PN Jakarta Selatan, Selasa, 5 November 2024.
Saat ini, Ari bersama tim penasihat hukum sedang mengurus administrasi pendaftaran permohonan di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) PN Jakarta Selatan.
Menurutnya, pengajuan praperadilan itu untuk menuntut keabsahan penetapan tersangka dan penahanan Tom Lembong yang didasarkan pada Surat Penetapan Tersangka dan Surat Perintah Penahanan yang dikeluarkan Kejaksaan Agung pada 29 Oktober 2024.
Apalagi, kata Amir, Tom Lembong tidak diberikan kesempatan untuk menunjuk penasihat hukum pada saat ditetapkan sebagai tersangka.
Itulah yang dipermasalahkannya. Tak adanya kesempatan tersebut dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan ketentuan hukum berlaku.
"Bahwa seharusnya menjamin hak setiap individu untuk mendapatkan bantuan hukum," jelas Amir.
Amir menegaskan bahwa penetapan tersangka terhadap Tom Lembong tidak didasarkan pada bukti permulaan yang cukup yaitu minimal dua alat bukti. Sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Tim penasihat hukum menilai bahwa bukti yang digunakan oleh Kejaksaan tidak memenuhi syarat yang ditentukan sehingga penetapan tersangka menjadi cacat hukum," ucap dia.
Maka, penahanan terhadap Tom Lembong tidak memenuhi syarat objektif dan subjektif penahanan.
Selain itu, kata Amir, tidak ada alasan yang cukup bagi Kejagung untuk mengkhawatirkan Tom Lembong akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.
Pertama, tidak adanya hasil audit yang menyatakan kerugian negara. Kedua, tidak ada bukti yang menunjukkan adanya perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, dan/atau korporasi.
Menurutnya, penetapan tersangka tanpa bukti yang jelas ini tidak hanya cacat hukum. Melainkan juga berpotensi merugikan reputasi kliennya.
Dalam petitum tersebut, Ari memohon hakim tunggal PN Jakarta Selatan untuk menyatakan tidak sah atas penetapan tersangka dan penahanan terhadap Tom Lembong.
"Kami juga meminta agar klien kami dibebaskan dari tahanan," tandasnya.
Sebelumnya, Kejagung secara mengejutkan menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait kegiatan impor gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015-2016.
Penetapan Tom Lembong sebagai tersangka itu diumumkan oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa malam, 29 Oktober 2024.
Menurut Abdul, kasus itu berawal dari rapat koordinasi antar kementerian yang berlangsung pada 15 Mei 2014. Saat itu disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula dan tidak perlu melakukan impor.