Di tanah 100 hektare itu si teman menanam segala macam buah dan holtikultura. Yos diajak aktif di pertanian di situ. Yos ikut mendalami tata cara menghidupkan tanah mati.
Jadilah Yos seorang aktivis bumi. Ia ikut menyadari bahwa bumi kita ini sekarang lagi sakit. Terlalu banyak pupuk kimia dicekokkan ke bumi. Jadi pupuk sekaligus racun. Lama-lama racunnya yang menang: tanah pertanian kita pun mati.
Selain dapat ilmu menghidupkan tanah, Yos dapat istri di Australia. Wanita berdarah Lebanon. Punya satu anak.
Selama di Australia Yos tetap melukis. Ia menuangkan kecintaan pada bumi dan pertanian di kanvas lukisan.
Suatu saat Yos dapat kontrak untuk pemeran tunggal di Australia. Juga di galeri nasional. Di sana tiap daerah punya galeri nasional.
Menurut rencana, dari satu galeri nasional, lukisan Yos akan dipamerkan di galeri nasional lainnya di seluruh negeri. Tapi pameran pertamanya langsung heboh. Satu lukisannya dilarang dipamerkan. Media di sana mem-blow-up pembredelan itu. Nama Yos langsung top. Lukisannya diborong kolektor.
"Saya jadi kaya raya," katanya.
Lukisan yang dibredel itu dinilai terlalu mengandung erotika. Menurut Yos, alam tropis seperti Indonesia itu sendiri sudah sangat erotik. Apalagi wanitanya.
"Erotika tropis itu erotik banget", katanya.
Yos bercerai. Ia kembali ke Indonesia. Ia beli tanah di Kaliurang. Di situ Yos mempraktikkan biodynamic.
"Tentu saja saya sesuaikan dengan iklim tropis," katanya.
Yos tidak hanya marah karena lukisannya dilihat dari kacamata politik. Ia juga marah melihat bumi kita yang kesakitan.
Lewat lukisan Yos ingin menyadarkan bahwa semua orang harus tahu: bumi kita lagi kesakitan.
"Kalau penyadaran lewat tanah pertanian saya yang di Kaliurang terlalu lambat," katanya. Lewat lukisan bisa lebih cepat.
BACA JUGA: Jamin Keamanan Natal, Pemkab bersama Forkopimda Pantau Gereja
BACA JUGA:Ratusan Ton Gabah Bungo Diborong Pedagang Sumbar Petani Berharap Dukungan Pemerintah
Yos tampak sehat. Rambutnya sudah putih semua tapi badannya segar. Di Kaliurang ia hidup dengan istrinya: asli Yogya. Mereka punya tiga anak.
Waktu muda Yos jadi aktivis mahasiswa di Yogya. Di masa tuanya masih jadi aktivis bumi. Juga di Yogya.
Jiwa aktivis memang tidak bisa mati –hanya kadang-kadang ada yang lupa lalu menjadi bagian dari pembredelan aktivis itu sendiri.(Dahlan Iskan)