Lukisan Aktivis

Kamis 26 Dec 2024 - 20:53 WIB
Reporter : Dahlan Iskan
Editor : Rizal Zebua

Bukan baru sekali ini pameran lukisan Yos Suprapto diberedel. Pembredelan pertama dulu justru membuat Yos kaya raya. Namanya melejit. Semua lukisannya laku.


"Sampai saya bisa beli tanah dan rumah di Australia," kata Yos.

BACA JUGA: Terpaksa Patungan Bayar Gaji Guru, SMPN 7 Muaro Jambi Kekurangan Guru Agama Kristen

BACA JUGA:Warga Diminta Waspada Saat Meninggalkan Rumah Dalam Keadaan Kosong Ketika Liburan


Saya berbicara panjang dengan pelukis Yos Suprapto kemarin siang. Ia lagi di rumahnya di Kaliurang, Yogyakarta. Sudah 15 tahun Yos tinggal di lereng gunung Merapi. Ia menjadi aktivis lingkungan di sana.


Ternyata bukan hanya lima lukisan yang dilarang ditampilkan di pameran di Galeri Nasional Jakarta pekan lalu –seharusnya sampai 19 Januari depan. Setelah lima lukisan dilarang masih tambah satu lagi.


Karena itu Yos memutuskan untuk membatalkan pameran. Heboh. Beredarlah lima lukisan yang dilarang tampil. Masyarakat yang tidak peduli lukisan pun jadi tahu.


Yos marah: mengapa karya seninya dinilai dengan kacamata politik. Jokowi di lukisan itu, katanya, adalah akar persoalan dari keseluruhan tema pameran yang dipamerkan: kebangkitan tanah untuk kedaulatan pangan.


Yos lahir di Surabaya –sampai lulus SMPN 4. Lalu menyelesaikan SMA di Bandung. Saat kuliah ia pilih jadi mahasiswa seni lukis di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta -–sekarang jadi Institut Seni Indonesia, ISI.


Di ISI Yogya, Yos jadi aktivis mahasiswa. Puncaknya adalah gerakan anti Jepang, Malari. Di Jakarta terjadi bakar-bakar produk Jepang. Di Surabaya, Bandung, dan Yogya, mahasiswa juga bergerak.


Salah satu tokoh mahasiswa yang diincar untuk ditangkap adalah Yos. Teman-temannya minta Yos menghilang. Ia pergi ke Bali.


Di Bali, Yos mendapat koneksi yang akan mengubah jalan hidupnya. Sebagaimana tokoh mahasiswa lainnya, Yos merasa lebih bermanfaat kalau pergi ke luar negeri –kuliah di luar negeri.


Yos dapat hubungan untuk kuliah di Australia. Yakni di salah satu universitas di Queensland bagian utara.
Ia tidak lagi meneruskan ilmu seni lukis. Di Queenaland ia ambil ilmu sosial.
"Saya ingin mengetahui masalah sosial yang begitu berat di Indonesia", katanya.


Di Queensland itu ia punya teman baik. Orang Australia. Si teman adalah seorang geolog yang unik. Ia merasa bersalah mengapa mendalami geologi yang ujung-ujungnya justru untuk merusak bumi.


Sejak itu si teman membeli tanah 100 hektare di bagian utara Australia. Ia berkebun. Ia menghidupkan tanah mati menjadi tanah subur: lewat biodynamic –hasil penelitiannya sendiri.

Kategori :

Terkait

Rabu 30 Jul 2025 - 19:13 WIB

Sayap Ekonom

Selasa 29 Jul 2025 - 21:06 WIB

Copot Kursi

Senin 28 Jul 2025 - 20:35 WIB

Sebelas Duabelas

Kamis 24 Jul 2025 - 19:09 WIB

Duduk Berdiri