Jakarta – Aktris Ariel Tatum mengungkapkan bahwa ia melakukan banyak diskusi dan riset mendalam demi menghidupkan karakter Fatimah dalam film “Perang Kota” garapan sutradara Mouly Surya.
“Banyak diskusi sama sutradara, juga berlatih dengan pelatih akting. Fatimah ini kan kompleks menurut saya, apalagi karena saya tidak hidup di era tersebut, jadi saya banyak cari referensi dari buku,” ujar Ariel.
Untuk memperkaya karakter, Ariel bahkan menulis detail kecil soal Fatimah, mulai dari musik favorit, memori masa kecil, hingga pola kesukaan sang tokoh. Baginya, unsur-unsur kecil tersebut sangat penting untuk membuat Fatimah terasa hidup di layar.
Bangun Karakter Lewat Lokakarya dan Diskusi
BACA JUGA: Fokuskan Pembangunan Sekolah Rakyat, Mensos : Kita Dahulukan Pemda yang Paling Siap
BACA JUGA:Pariwisata Bisa Jadi Jawaban dari Solusi Tarif AS
Tak hanya berdiskusi dengan pelatih akting dan sutradara, Ariel juga menjalin komunikasi intens dengan lawan mainnya, Chicco Jerikho, yang memerankan tokoh Isa, suami dari Fatimah dalam cerita.
“Sesederhana saya dan Chicco memutuskan untuk pergi sebagai Isa dan Fatimah dalam sebuah lokakarya waktu itu. Jadi benar-benar seperti nge-date. Kita bangun cerita dari kapan mereka kenal, menikah, sampai dinamika hubungan mereka,” jelasnya.
Menurut Ariel, pendekatan tersebut membantunya membangun monolog internal yang lebih dalam untuk memahami hubungan emosional Fatimah dan Isa, yang menjadi bagian penting dari perkembangan karakter.
Mimpi Jadi Nyata: Main di Film Mouly Surya
Saat pertama kali diberi tahu bahwa ia terpilih untuk memerankan Fatimah dalam film “Perang Kota”, Ariel mengira bahwa itu hanya lelucon. Pasalnya, ia telah lama mengidolakan sang sutradara, Mouly Surya.
“Terus pada dikasih tahu beneran casting untuk salah satu film Mbak Mouly, saya sampai nangis. Seperti tidak percaya,” kenang Ariel penuh haru.
Film “Perang Kota” sendiri merupakan adaptasi dari novel legendaris “Jalan Tak Ada Ujung” karya Mochtar Lubis, yang menggabungkan elemen aksi, sejarah, romansa, dan drama perang. Karakter Fatimah menjadi salah satu sentral dalam cerita, yang menyoroti sisi kemanusiaan di tengah gejolak sejarah. (*)