JAKARTA - Ketua Asosiasi Pelaku Usaha Kokas Nusantara (APUKN) Elias Ginting menyatakan ekspor kokas yang melonjak hingga 62 persen merupakan momen untuk memperkuat diversifikasi pasar agar tetap menjaga tren positif pasar komoditas tersebut.
Elias Ginting dalam pernyataan di Jakarta, Kamis menjelaskan ekspor kokas Indonesia menunjukkan tren yang positif hingga Mei 2025, dan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), total volume ekspor mencapai 2,56 juta metrik ton (MT) atau meningkat 62 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Kokas merupakan salah satu komponen utama dalam proses produksi baja, khususnya pada teknologi blast furnace, yang digunakan secara luas di berbagai belahan dunia. Sebagai agen reduktor dan sumber panas, kokas berperan krusial dalam mengubah bijih besi menjadi besi cair sebelum diolah menjadi baja.
Disampaikannya, nilai ekspor yang melonjak hingga sebesar 563 juta dolar AS atau Rp9,2 triliun (kurs Rp16.336) merupakan dampak dari tekanan pada harga komoditas kokas di pasar global.
BACA JUGA:Penyaluran Bansos Sembako Capai Rp20,26 triliun
BACA JUGA:Samsung Galaxy Z Fold7, Alat Tempur Bertenaga Tapi Tetap Gaya
Sebagai perbandingan, pada tahun 2024 total ekspor kokas Indonesia mencapai 5,56 juta ton, dengan India sebagai pasar utama yang menyerap sekitar 2,6 juta ton atau 47 persen dari total ekspor nasional.
Berdasarkan data tersebut, Indonesia menempati posisi ketiga sebagai eksportir kokas terbesar di dunia, hanya sedikit di bawah Polandia yang sebanyak 5,88 juta ton dan China 8,33 juta ton.
Namun, di tahun 2025 porsi ekspor ke India mengalami penurunan signifikan menjadi hanya 21 persen akibat diberlakukannya kebijakan hambatan dagang oleh Pemerintah India pada semester I tahun ini dan telah diperpanjang sampai akhir tahun 2025.
Dia meyakini industri kokas Indonesia mampu memperluas pasar ke negara-negara lain seperti Brasil, Belgia, Vietnam, Italia, dan Turki.
"Pertumbuhan ekspor ini menunjukkan ketahanan industri kokas nasional dalam menghadapi tantangan pasar internasional, termasuk hambatan kebijakan perdagangan dan tekanan harga," ujar Elias.
APUKN mencatat bahwa Brasil kini menjadi pasar ekspor terbesar kedua setelah India, dengan permintaan mencapai 367 ribu MT atau 14 persen dari total ekspor, menandakan potensi pasar yang besar di luar pasar tradisional.
Secara global, harga kokas mengalami penurunan seiring dengan menurunnya harga bahan baku utama yaitu coking coal. Namun, penurunan harga kokas tercatat lebih tajam dibandingkan coking coal, yang menyebabkan tekanan terhadap biaya produksi kokas.
“Margin ekspor semakin menipis karena harga jual kokas tidak sebanding dengan biaya produksi dan bahan baku,” kata Elias.
Lebih lanjut, dia memperkenalkan APUKN yang telah resmi berdiri sejak awal tahun 2025, dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM, dan telah melakukan inagurasi pada bulan Mei 2025. Adapun dalam jajaran kepengurusan APUKN, Muhdori Nur Yasin dinobatkan sebagai Dewan Pengawas.