Membedah Cara Pandang Jefri Bintara Pardede: Dukungan Moderat atau Strategi Elektoral?

Rabu 23 Jul 2025 - 10:35 WIB
Oleh: Martayadi Tajuddin

Dengan demikian, narasi legal-formal yang dibangun bukan semata-mata menunjukkan kedewasaan dalam berwacana, tetapi bisa juga diduga menyamarkan misi tersembunyi yang lebih pragmatis: memastikan posisi tetap relevan dan dominan dalam peta kekuasaan lokal.

Identitas Budaya dan Legitimasi Politik

Sebagai keturunan Batak Toba bermarga Pardede, Jefri membawa warisan nilai-nilai seperti dalihan na tolu (tiga pilar relasi sosial), etos kerja keras, dan semangat marsipature hutanabe—semangat memajukan tanah perantauan. Nilai-nilai ini mendorong seseorang untuk vokal, prinsipil, dan berani mengambil sikap di ruang publik.

Namun dalam praktik politik di Jambi, identitas minoritas seperti ini juga bisa menjadi modal politik tersendiri. Dengan tampil sebagai tokoh rasional yang “melampaui identitas etnik” dan berpihak pada pembangunan nasional, Jefri mungkin sedang membangun citra sebagai figur inklusif yang bisa diterima lintas suku dan agama. Ini sah dalam demokrasi, namun tetap harus dibaca secara kritis dalam konteks bagaimana identitas digunakan untuk memperoleh legitimasi sosial dan dukungan elektoral.

Moderasi yang Perlu Diawasi

Cara pandang Jefri Bintara Pardede terhadap polemik TUKS PT SAS memang menunjukkan satu hal penting: bahwa konflik investasi dan lingkungan tidak selalu harus direspons secara konfrontatif. Namun ketika suara moderasi justru cenderung meredam kritik, menyamakan aspirasi warga sebagai bentuk penghambatan, dan terlalu cepat menyematkan label pada penolakan publik, maka publik berhak bertanya: siapa yang sebenarnya dibela?

Apakah ini ekspresi keberanian politik yang tulus? Atau justru bentuk baru dari elitisme yang menyamar dalam jubah keseimbangan?

Di tengah masa depan ekologis Jambi yang semakin terancam oleh industri ekstraktif, masyarakat sipil harus tetap waspada dan kritis. Karena pada akhirnya, suara mereka yang tinggal berdampingan langsung dengan debu batu bara dan truk tambanglah yang paling layak menjadi kompas pembangunan. 

*)  Penulis merupakan Pengamat Kebijakan Pembangunan Daerah , Infrastruktur, dan Lingkungan.

Kategori :