Jakarta - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengecam perbuatan pencabulan yang dilakukan oleh oknum guru agama berstatus ASN berinisial H terhadap 24 siswi Sekolah Dasar (SD) di Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu.
"Kami sangat prihatin dengan terjadinya kasus ini," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.
BACA JUGA:Caleg DPRD Jember Dilaporkan Polisi
BACA JUGA:Danau Gunung Tujuh Tumpah 13 Desa Banjir
Korban diduga berjumlah 24 anak perempuan dari kelas 4, 5, dan 6 dengan rentang usia 10 - 12 tahun.
Nahar menyampaikan perbuatan asusila ini diduga sudah dilakukan pelaku sejak Desember 2023 hingga yang terakhir pada 18 Januari 2024.
Pelaku melakukan aksinya dengan modus berpura-pura membenarkan kesalahan murid perempuan saat praktik salat. Saat itu pelaku diduga memanfaatkan kesempatan untuk menyentuh tubuh korban.
"Saat praktik pelajaran berlangsung, pelaku diduga secara sengaja menyentuh bagian-bagian sensitif anak, bahkan beberapa korban mengalami perbuatan tersebut berulang kali. Kejadian ini terungkap setelah ada anak yang melaporkan ke orang tua atas kejadian pencabulan yang dialami dan pelaku dilaporkan ke kepolisian setempat," kata dia.
Pelaku saat ini telah ditangkap dan ditahan oleh pihak kepolisian.
Pelaku terancam pasal 76E UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar serta dapat ditambah 1/3 karena tersangka merupakan pendidik dan tenaga kependidikan.
"Selain itu juga menimbulkan korban lebih dari satu orang sesuai pasal 82 ayat (1), ayat (2) dan (4) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak," kata Nahar.
Tersangka juga dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku dan tindakan berupa rehabilitasi, serta pemasangan alat pendeteksi elektronik sesuai dalam pasal 82 ayat (5) dan (6) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Nahar mendorong penyelesaian tindak pidana kekerasan seksual ini tidak dilakukan di luar proses peradilan sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. (ant)