Jakarta - Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3 Mahfud MD menyatakan, para komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI bertindak ugal-ugalan karena sudah berkali-kali dinyatakan melanggar etik tetapi tidak memungundurkan diri dari jabatannya.
Hal ini disampaikan Mahfud merespons masalah dalam aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) milik KPU yang menurutnya perlu diaudit.
"Audit ini penting agar ke depannya orang tidak ugal-ugalan seperti KPU sekarang, sudah diperingatkan pelanggaran etik beberapa kali," kata Mahfud di kawasan Pasar Baru, Jakarta, Jumat 8 Maret 2024.
Para komisioner KPU memang sudah berkali-kali dinyatakan melanggar etik oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
BACA JUGA:Jokowi: Indonesia Segera Salurkan Bantuan ke Gaza Lewat Udara
BACA JUGA:Waduh, Beredar 'Surat Sakti' ke Pelaku Usaha, Camat Danau Sipin Angkat Bicara
Pada 5 Februari 2024, DKPP menyatakan ketua dan enam anggota KPU melanggar etik terkait tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai syarat pencalonan presiden dan wakil presiden.
Ketua KPU Hasyim Asy’ari dijatuhi sanksi peringatan keras terakhir. Sedangkan enam anggota KPU dijatuhi sanksi peringatan keras, yakni M Afifuddin, Parsadaan Harahap, Betty Epsilon Idroos, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz.
Pada akhir Oktober 2023, Hasyim juga pernah dijatuhi sanksi peringatan keras dan enam komisioner lain dijatuhi sanksi peringatan karena melanggar etik dalam penyusunan regulasi terkait bakal calon anggota legislatif perempuan.
Kemudian, pada awal April 2023, Hasyim juga pernah dijatuhi sanksi peringatan keras terakhir karena melanggar prinsip profesional dan mencoreng kehormatan lembaga penyelenggara pemilu dalam relasinya dengan Ketua Partai Republik Satu Hasnaeni.
BACA JUGA:Warga Bungo Sesaki Gelaran GPM
BACA JUGA:Sidak Pasar Jelang Ramadan, Kebutuhan Bahan Pokok Masih Tergolong Aman
"Itu kan sebenarnya secara moral seharusnya sudah mundur lah, tapi ya mereka enggak mau juga, mungkin terikat kontrak untuk tidak mundur," kata Mahfud.
Mahfud berpandangan, persoalan di aplikasi Sirekap disebabkan oleh KPU yang tidak memahami dan mengendalikan teknologi informasi tersebut.
Menurut dia, KPU semestinya jujur mengakui bahwa mereka tidak menguasai aplikasi tersebut dengan melakukan audit investigasi terhadap aplikasi Sirekap.