Polemik Lahan SDN 212 Kota Jambi, Ahli Waris Sebut Bertele-Tele

--

JAMBI - Komisi IV DPRD Kota Jambi turun lapangan  untuk melihat kondisi SDN 212, yang beralamat di Jalan Gunung Jati, Kenali Asam, Kecamatan Kota Baru yang tengah dalam proses penyelesaian sengketa tanah.

Saat sampai depan pintu gerbang sekolah, rombongan komisi IV yang diketuai oleh Jefrizen, terkejut karena melihat pintu gerbang masuk sekolah ditutup oleh yang punya tanah.

Jefrizen, Ketua Komisi IV, memberikan penjelasan terkait situasi tersebut.

Menurutnya, rombongan Komisi IV telah berdiskusi dengan Kepala Sekolah (kepsek) dan ahli waris yang mengelola tanah tersebut.

Mereka menginformasikan bahwa proses hukum terkait lahan tersebut sudah selesai, dan Pemkot wajib membayar ganti rugi.

Namun, karena melibatkan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), proses administrasi memerlukan waktu.

"Kami bertemu kepsek dan ahli waris dengan yang punya tanah ini, mereka menyerahkan ke pengacara, karena proses hukumnya sudah selesai, memang pemerintah harus membayar. Pemkot wajib bayar. Hanya saja memang butuh waktu saat menyelesaikan dokumen-dokumennya karena ini menggunakan dana APBD," ungkap Jefrizen.

Setelah turlap ini, Komisi IV berencana untuk bertemu dengan pihak pengacara yang menangani kasus ini.

Jefrizen menegaskan bahwa, Komisi IV memberikan jaminan bahwa Pemkot akan membayar ganti rugi, dan mereka menganggap diri mereka sebagai jaminan dalam hal ini.

"Sebenarnya anggaran 2023 sudah ada, tapi perlu administrasi dan hitungan KJPP. Untuk mengeluarkan uang negara, ada yang belum lengkap, jadi dianggarkan lagi pada tahun 2024," tambahnya.

Sementara itu, salah satu ahli waris pemilik tanah yang ditemui anggota DPRD Kota Jambi tersebut, menyambut baik kedatangan mereka.

Hanya saja memang, ahli waris yang diketahui bernama Emo ini mengaku, harus memagar seng gerbang sekolah lantaran Pemkot Jambi tak menjalankan keputusan MA untuk membayar ganti rugi.

“Sampai Fasha (mantan walikota,red) berakhir pun tidak ada penyelesaian,” sebutnya.
Kata Emo, sejak 2005 lalu beralasan bahwa, sekolah tersebut sudah masuk menjadi aset daerah. Sehingga Pemkot Jambi tidak bisa mengeluarkan uang sembarangan.

“Jadi harus (akal-akalan,red) melalui pengadilan. Sampai di MA kami menang pun masih (Pemkot,red) bertele-tele,” sebutnya.
Maka dari itu, 2 bulan pasca putusan MA tak kunjung mendapatkan respon, maka gerbang sekolah ditutup pihaknya menggunakan pagar seng.

“Kami tidak berniat, atau bukan mengganggu proses belajar mengajar,” tutupnya. (zen/ira)

Tag
Share