Sate Presiden
Dahlan iskan--
Lalu tanah yang dikeruk tadi dikembalikan. Diolah. Diisi air. Ditanami. Hanya sekali itu mengisi air. Sesama petani tidak perlu rebutan air setiap hari.
Saya baru akan menulis lebih banyak kalau yang 20 hektare itu sudah panen kelak.
BACA JUGA:Hingga Kini Belum Diperbaiki, Kondisi Fender Jembatan Aur Duri I
BACA JUGA:Operasi Patuh Siginjai 2024 Tekan Laka Lantas lebih dari 78 persen
Dari Trenggalek ke Ponorogo hanya perlu waktu satu jam. Lewat kaki selatan Gunung Wilis. Naik turun. Berliku. Tapi sepi.
Tentu ada maksud tersembunyi di Ponorogo: makan sate ayam khas di sana. Di resto yang, meski banyak presiden RI pernah ke sana, saya justru belum pernah.
Ada dua kabar yang saya dapat di resto itu: baik dan buruk. Kabar baiknya: sate ayam ini memang enak. Pantas banyak foto presiden ada di dindingnya.
Kabar buruknya: seseorang curhat di resto itu tentang jeleknya nasib peternak sapi. Banyak peternak yang kembali jadi petani atau pergi merantau.
BACA JUGA:Pantau Karhutla Seluas 15 Hektare, Agar Tidak Menyebar ke Wilayah Jambi
BACA JUGA:Heboh Penemuan Kerangka Manusia di Area Perkebunan
Misalnya yang di kecamatan Pudak, Ponorogo. Mereka awalnya sangat bergairah. Punya harapan bisa naik ke kelas menengah.
Itu terjadi setelah Covid-19. Bank menawari mereka kredit kepemilikan sapi perah. Satu orang bisa dapat dua ekor. Untuk membayar bunga dan cicilan diambil dari hasil perahan susu.
Lancar. Sesuai harapan. Tidak ada masalah pemasaran. Pabrik susu Nestle selalu membelinya.
Datanglah penyakit mulut dan kuku (PMK). Banyak sapi mati. Yang tidak mati pun tidak lagi produktif. Harus dijual dengan harga bantingan.
BACA JUGA:Siswa SMA di Begal Driver Ojol, Pelaku Rampas Handphone Korban