Ambil Bahan Baku dari Luar

--

MUARABUNGO - Sektor komoditas karet di Indonesia menghadapi tantangan serius akibat harga karet yang terus merosot.

Harga karet yang murah telah memaksa sejumlah petani untuk mencari profesi alternatif. Sementara pabrik pengolahan karet mengalami kesulitan pasokan hingga beberapa di antaranya harus menutup.

Namun, satu pabrik pengolahan karet di Kecamatan Jujuhan, Kabupaten Bungo, mampu bertahan dalam situasi sulit ini.

Meskipun harga karet berada pada titik terendah, pabrik tersebut tetap beroperasi.

Para petani di sekitar Jujuhan juga telah berpindah profesi dari penyadap karet ke sektor pertanian lainnya, seperti kelapa sawit.

Mirisnya, di Kecamatan Jujuhan dan Jujuhan Ilir, banyak kebun karet yang ditinggalkan dan beralih ke tanaman kelapa sawit.

Beberapa waktu lalu, penulis pun mengunjungi PT Djambi Waras, pabrik pengolahan karet terbesar di Kabupaten Bungo, yang terletak di Sirih Sekapur.

“Kami masih tetap beroperasi meskipun harga karet merosot. Untuk bahan baku, kami membeli dari Kabupaten Tebo, Bengkulu, dan Lampung untuk memenuhi kebutuhan pabrik,” kata Gapri Bona, staf Humas PT Djambi Waras.

Kata dia, pihaknya menjalankan dua sif, agar 300 karyawan tetap bisa bekerja.

“Kami tetap melakukan ekspor berdasarkan pengiriman yang ada. Kedepan Kami berharap harga karet bisa pulih kembali agar tidak ada pemangkasan karyawan atau bahkan penutupan perusahaan," harapnya.

Perlu dicatat bahwa, harga karet di tingkat petani karet saat ini hanya sekitar Rp6.000 hingga Rp7.000 per kilogram.

Kondisi ini menyebabkan petani karet kesulitan ekonomi. Situasi ini menjadi tantangan serius bagi sektor karet nasional yang perlu dicari solusi agar tetap berkelanjutan. (Mai/zen)

Tag
Share