Indonesia Nusantara

Dahlan iskan--

Dukungan untuk berganti ke Nusantara rasanya juga besar. Setidaknya penentangannya tidak mendasar. 

Indonesia adalah nama yang berbau kolonial --meminjam istilah Presiden Jokowi untuk istana Jakarta dan Bogor. Dengan istilah ”berbau kolonial” itu, presiden mendapat penerimaan luas akan perlunya istana baru, Istana Garuda di IKN.

BACA JUGA:Ekspresi Terima Kasih atas Kesuksesan Upacara HUT RI Ke-79, Pemerintah Kota Jambi Adakan Resepsi Kenegaraan

BACA JUGA:BBS-Jun Mahir Terima Rekomendasi PKB untuk Pilkada Muaro Jambi 

Setidaknya orang NTB dan NTT akan langsung setuju. Nusa Tenggara telah menang beberapa langkah dari Nusantara. Menang duluan. 

Sayangnya NTB dan NTT --yang sudah lebih dulu memakai nama mirip Nusantara justru tergolong bukan yang paling maju. 

Klenik kadang-kadang memang penting. Terutama untuk membuat perasaan nyaman. Terutama perasaan orang yang percaya klenik. Kadang bisa terhindar dari ”disalah-salahkan” orang. 

Misalnya cuaca IKN yang terang tanpa sedikit pun hujan kemarin. Upacara kenegaraan 17 Agustus pun bisa berlangsung lancar. Luar biasa. Padahal, menurut ramalan Google, seharusnya hujan.

BACA JUGA:Fresh Graduate Wajib Paham! Perbedaan PPPK dan PNS

BACA JUGA:Cara Kembalikan Kontak WhatsApp yang Hilang di Android dan iPhone 

Melihat terangnya IKN di siaran langsung televisi saya termasuk yang bangga. Di siaran langsung itu Istana Garuda tampak lebih megah dari yang biasanya beredar di medsos. 

Kesan ”istana kelelawar” nya juga tidak sekuat anggapan di medsos. Apakah berarti kesan  ”istana Garuda”-nya amat kuat? Juga belum. 

Tentu kelak bisa saja disempurnakan. Sambil jalan. Agar kegagahan Garuda Indonesia bisa lebih terasa. 

Skala fisik istana yang sangat besar memang bisa mengubah pandangan. Pun pandangan perencanaan. 

BACA JUGA:Dubai Resmi Mengesahkan Kripto sebagai Alat Pembayaran Gaji Pegawai

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan