Daya Beli Menurun, Bisnis Ritel di Jakarta Tertekan

Sejumlah pengunjung berjalan-jalan di mal Grand Indonesia, Kamis (29/8/2024). -ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww. -

Jakarta - Penurunan daya beli masyarakat dan jumlah masyarakat kalangan kelas menengah memberikan dampak signifikan terhadap perkembangan bisnis ritel di Jakarta.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Knight Frank Indonesia, sektor ritel yang terbagi menjadi empat segmen, yakni premium grade A, grade A, grade B, dan grade C mengalami tekanan yang berbeda-beda.

Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia Syarifah Syaukat, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, mengatakan segmen grade B dan grade C, yang umumnya menyasar kelas menengah, mengalami koreksi paling dalam.

Performa ritel grade B dan C, yang umumnya merupakan ritel strata, juga terlihat makin melemah dampak perluasan ruang belanja online dan berlanjutnya pelemahan daya beli.

BACA JUGA:Al Haris Raih Penghargaan Paritrana Award 2024 dari Wapres RI

BACA JUGA:Fannie Mahasiswi Forkes UNJA Raih Perunggu Cabor Angkat Besi PON XXI Aceh-Sumut

Ritel atau mal memiliki dua jenis kepemilikan utama, yaitu strata dan sewa. Pada ritel strata, unit atau ruko dapat dibeli dan menjadi hak milik pemilik. Sedangkan pada ritel sewa, unit atau ruko hanya dapat digunakan dalam jangka waktu tertentu. Mereka menyewa dari pemilik properti.

“Sektor ritel grade B dan C yang umumnya adalah strata ritel ini mengalami koreksi sekitar minus 3 atau kalau kita bedakan berdasarkan tipe, sektor ritel strata ini mengalami koreksi atau berada di bawah rata-rata tingkat hunian ritel di Jakarta saat ini,” kata Syarifah.

Sementara itu, performa untuk sektor ritel grade A dan premium grade A relatif masih kuat.

Syarifah menyebut ritel grade A dan premium grade A cenderung terus berinovasi dan beradaptasi dengan kondisi pasar yang berubah.

BACA JUGA:Beraksi 40 Kali, DPO Pencuri Sepeda Motor Belum Tertangkap

BACA JUGA:Galang dan Aldi Raih Podium di World Supersports 300 Prancis

Pertumbuhan sektor makanan dan minuman (F&B), misalnya, cukup pesat dengan variasi segmen yang merata. Pelaku bisnis F&B tidak hanya fokus pada segmen premium, tetapi juga berinovasi untuk memenuhi kebutuhan konsumen di segmen grade B dan C.

Menurut dia, meskipun volume belanja cenderung menurun, kebutuhan dasar seperti pangan dan sandang tetap menjadi pendorong utama aktivitas ritel. Namun, perubahan pola konsumsi masyarakat membuat pelaku bisnis harus lebih kreatif dalam menawarkan produk dan layanan.

“Jadi kami melihat bahwa kecepatan inovasi dari peritel ini cukup mampu mengimbangi pasar yang ada saat ini,” katanya.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah masyarakat kelas menengah di Indonesia tercatat 47,85 juta jiwa pada 2024, turun dibandingkan 2019 yang mencapai 57,33 juta jiwa. (*)

Tag
Share