Perlakukan Busana Ecoprint dengan Baik

--

Seiring makin diliriknya sustainable fashion, busana ecoprint bisa menjadi alternatif. Namun, penting untuk diketahui bahwa perawatannya berbeda dari busana konvensional.

Sesuai namanya, bahan dasar untuk pembuatan ecoprint hampir semuanya bersifat alami. Itu sebabnya, pencucian dengan bahan kimiawi yang berat perlu dihindari.

Menurut Nuning Sekarningrum, pelaku UMKM asal Tangerang Selatan yang menggarap produk fashion ecoprint, haram hukumnya menggunakan deterjen.
"Cuci pakai air biasa saja sebenarnya cukup tapi kalau mau tetap harum, ganti detergen dengan sampo bayi," kata Nuning.
Berbeda dari detergen, kandungan kimiawi dalam sampo lebih sedikit sehingga aman untuk produk ecoprint. Cara mencuci pun perlu mendapat perhatian.

Nuning menegaskan, pencucian dengan mesin cuci sangat tidak disarankan.
"Jangan dikucek juga. Cukup rendam saja," tambahnya.

Untuk penjemuran, jangan di bawah matahari langsung agar warna tidak memudar. Pastikan pula menjemurnya dalam durasi yang singkat.
"Perawatannya sama saja seperti batik," kata Nuning.

Sementara itu, meski diperlakukan seperti batik, ecoprint tidak bisa disamakan dengan wastra hasil pencantingan itu.
"Ecoprint bukan batik, ini adalah seni meletakkan daun di atas kain," kata Nuning yang menggeluti hobi membuat pernak-pernik sejak 2011.

Siapa saja bisa membuatnya di rumah. Termasuk anak-anak sekalipun. Prosesnya terdiri dari lima tahap yang terdiri scouring, mordanting, pencetakan, pengukusan, dan fiksasi mordan.

Dalam scouring, kain dibersihkan dulu dengan larutan TRO (turkish red oil, red) untuk menghilangkan kotoran. Kemudian masuk ke mordanting agar kain dapat meresap warna dari tumbuhan dengan baik.


BACA JUGA:Pentingnya Keseimbangan Peran Orang Tua Beri Bimbingan pada Remaja

BACA JUGA:Apel Peringatan HUT ke-53 Korpri Tetap Berlangsung di Tengah Hujan

Kemudian kain dihias dengan berbagai daun atau bunga. Sebenarnya, daun apapun bisa dipakai, tapi Nuning menyerankanpilih daun dengan kandungan tanin yang kuat seperti daun truja dan daun lanang.
"Semakin tinggi taninnya, semakin baik mengikat warnanya," ujar Teh Noen, begitu sapaan akrabnya.

Pewarnaannya juga menggunakan bahan-bahan alami, seperti jelawe dan secang. Meski ada penggunaan material yang bukan berasal dari tumbuhan seperti tawas dan TRO, Nuning mengklaim semuanya aman terhadap lingkungan karena sudah lolos uji Balai Tekstil dan Balai Batik tahun lalu.


Kain penuh tumbuhan tadi kemudian digulung dan dibungkus plastik sebelum akhirnya berlanjut ke proses pengukusan di dalam panci masak. Durasi bergantung pada ketebalan kain.
"Kalau tebal bisa sampai dua jam," katanya.

Hasilnya, sebuah scarf yang dihiasi motif dedaunan dan bunga berbagai bentuk. Di tangan Nuning, pengolahan kain ecoprint tak sebatas syal atau semacam. Terdapat pula aksesori seperti tas, topi, dan pakaian seperti outerwear.
Nuning mengkomersialkan produk ecoprint buatannya dan tim dengan merek Godhong Sekar. Selain ikut berbagai pameran, ia juga menjual produknya di Galeri 37 miliknya yang berdiri di sebelah rumah. (*)



Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan