Tiga Serangkai
Disway--
Koran aktivis mahasiswa serupa juga terbit di Banjarmasin, Yogyakarta, dan Bandung.
Kian tahun perusahaan pak JK terus berkembang. Pun perusahaan milik Aksa Mahmud.
Alwi juga punya banyak perusahaan. Tapi perusahaan korannya mati. Orde Baru sudah mulai stabil. Berita koran yang 'panas-panas' sudah kurang laku.
Alwi mencoba menghidupkan korannya dengan nama baru: Harian Fajar. Mati lagi. Tidak hanya mati satu kali tapi tidak mati mati.
Akhirnya Alwi menemui saya di Surabaya. Ia minta agar Fajar bergabung ke grup Jawa Pos yang saya pimpin.
Saya tidak mau. Saya pilih akan membantu manajemennya saja. Agar Fajar tetap jadi koran independen --tanpa harus Jawa Pos punya saham di dalamnya.
Saya bertekad akan didik wartawan Fajar dengan cara magang di Jawa Pos. Demikian juga bagian pemasaran dan bagian iklannya. Mereka pun ke Surabaya.