Saksi Ungkap Prosedur Dadakan, Kasus Korupsi Bantuan Bebek di Muarojambi

Beberapa orang saksi dihadirkan jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Muarojambi pada sidang dugaan korupsi pengadaan bebek. -IST/Jambi Independent-Jambi Independent
JAMBI – Dalam persidangan yang digelar terkait kasus bantuan bebek untuk kelompok tani, beberapa saksi memberikan keterangan yang menarik mengenai prosedur yang diterapkan dalam program tersebut.
Salah satu saksi, Dedi, menjelaskan bahwa ia tidak mengetahui secara pasti spesifikasi bebek yang harus dibeli, dan tidak terlibat langsung dalam anggota kelompok tani yang baru dibentuk. "Saya tidak tahu pasti dan tidak terlibat dalam kelompok tani tersebut," ungkap Dedi.
Saksi lainnya, Rendi, yang bertugas sebagai pendamping kelompok tani, mengungkapkan kebingungannya mengenai status kelompok tani yang terbentuk secara mendadak.
"Kelompok tani ini sifatnya dadakan, hanya untuk proyek ini saja," kata Rendi. Ia juga menyatakan bahwa setelah penyerahan bantuan bebek, tugasnya hanya mengunjungi dan melihat penerima bantuan.
BACA JUGA:Polresta Jambi Tegaskan Komitmen Berantas Judi Online
BACA JUGA:Tiga Klomplotan Pencuri Bongkar Kantor Desa, Polisi Amankan 4 laptop dan 1 proyektor
Bahkan, ia mengungkapkan adanya keluhan dari warga penerima yang merasa kesulitan. "Pak, jangankan untuk memberi makan bebek, untuk makan kami sendiri saja susah," ujar Rendi menirukan keluhan salah satu warga yang menerima bantuan.
Rendi menjelaskan bahwa meskipun tidak ada surat tugas resmi, sebagai pendamping desa ia tetap melakukan pemantauan. "Kami hanya diberi bebek, pakan tidak diberikan," tambahnya. Saksi ini pun menyatakan bahwa kemungkinan besar sebagian besar bebek yang diterima sudah mati, meskipun ada beberapa yang sempat bertelur.
Sementara itu, saksi Apri, seorang penjual bebek, memberikan keterangan bahwa terdakwa Akhtar membeli bebek seharga Rp 70.000 per ekor, dengan total pembelian sebanyak 1.600 ekor bebek.
"Terdakwa meminta bebek umur 5-6 bulan," kata Apri. Menurut Apri, meskipun ia ditawarkan untuk menaikkan harga bebek menjadi Rp 120.000 per ekor jika ada orang dinas yang bertanya, ia menolak. "Saya tidak mau," tegas Apri.
Dalam keterangan tambahan, Apri menjelaskan bahwa kegiatan pertama yang melibatkan pembelian bebek dilakukan oleh dirinya, dan ia tidak tahu mengapa dirinya dipilih sebagai pengada itik. Ia juga menegaskan bahwa bebek yang dijual kepada terdakwa dalam kondisi umur 5 hingga 6 bulan dan sudah termasuk ongkos kirim.
Persidangan ini terus berlanjut untuk mengungkap lebih lanjut soal bantuan bebek yang diberikan kepada kelompok tani dan bagaimana kelanjutannya di lapangan. Beberapa saksi lain yang terlibat dalam proses pendampingan dan distribusi bantuan diharapkan akan memberikan penjelasan lebih rinci mengenai ketidaksesuaian prosedur yang terjadi. (ira)