Kerugian Negara Rp93 Miliar dan USD 2,1 Juta, Dalam Kasus Korupsi Perkebunan PT Produk Sawitindo

Kejaksaan saat ekpsos perkara tindak pidana korupsi terkait pengelolaan lahan sawit secara ilegal di wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi.-Ist/jambi independent -Jambi Independent

Jambi – Ferdinand Chrisostomus Ramba, yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Produk Sawitindo Jambi periode 2008–2010, didakwa melakukan tindak pidana korupsi terkait pengelolaan lahan sawit secara ilegal di wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi. 

Dari surat dakwaan jaksa penuntut umum, terungkap tindak pidana ini diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp93,2 miliar dan USD 2,19 juta, berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Ferdinand didakwa bersama dengan Sonny Setyabudi Tjandrahusada, yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Utama PT Produk Sawitindo Jambi periode 2002–2007, dan kemudian menjadi Komisaris periode 2008–2010. Penuntutan terhadap Sonny dilakukan secara terpisah.

Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum, sejak tahun 2008 hingga 2010, Ferdinand melaksanakan kegiatan usaha budidaya kelapa sawit di Afdeling I PT Produk Sawitindo Jambi. Lokasinya di Kelurahan Dusun Kebun dan Desa Tanjung Bojo, Kecamatan Batang Asam, di luar area yang tercakup dalam Izin Lokasi resmi yang dikeluarkan melalui Keputusan Bupati Tanjung Jabung Barat Nomor 42 Tahun 2005.

BACA JUGA:Jaksa Tuntut Heri Susanto 19 Tahun Penjara, Kasus Pembunuhan Sopir Travel di Jambi

BACA JUGA:Polres Tebo Amankan 53 Motor Bodong Asal Pulau Jawa Tanpa Dokumen Lengkap

Ternytaa, lahan yang digunakan oleh perusahaan tersebut termasuk dalam kawasan hutan lindung, sebagaimana ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 421/Kpts-II/1999. 

Ferdinand menjalankan kegiatan usaha tersebut tanpa izin pelepasan kawasan hutan dan tanpa memenuhi ketentuan hukum terkait pemanfaatan kawasan hutan dan penggunaan lahan.

Perbuatan Ferdinand dianggap melanggar berbagai ketentuan hukum, antara lain Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (beserta perubahannya), PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, PP Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan. 

Lalu PP Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Hutan, Peraturan Menteri Agraria/BPN Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi, dan sejumlah regulasi lainnya.

Menurut hasil audit kerugian negara dari BPKP sebagaimana termuat dalam Surat Nomor: PE.03.03/SR-222/PW05/5/2024 tanggal 19 September 2024, tindakan yang dilakukan terdakwa telah memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi (PT Produk Sawitindo Jambi). 

“Total nilai kerugian keuangan negara mencapai lebih dari Rp93,2 miliar dan USD 2,1 juta,” sebut RA Fachri Aji Saputra, Agrin Nico Reval dan Aidil Raya Putera, JPU Kejaksaan Negeri Tanjab Barat seperti dikutip dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jambi. 

pada tahun 2003, perusahaan tersebut menerima penyerahan lahan seluas sekitar 750 hektare di Desa Tanjung Bojo, Kecamatan Batang Asam, Kabupaten Tanjung Jabung Barat dari masyarakat setempat tanpa bukti kepemilikan sah (alas hak) dan tanpa melakukan verifikasi status hukum lahan tersebut.

Penyerahan lahan tersebut hanya berdasarkan Surat KUD Payung Sakti Nomor: 04/KUD-PS/2003 tanpa mencantumkan tanggal yang jelas, ditandatangani oleh Ketua KUD Payung Sakti saat itu, Halidi, S.Ag. Lahan tersebut kemudian digunakan PT Produk Sawitindo Jambi untuk pembangunan kebun kelapa sawit beserta sarana prasarana pendukung. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan